Alhamdulillah, hari ini adikku wisuda. Aku jadi ingat semua pilihan konyol yang pernah aku ambil dulu.
Dulu aku sering nolak dijodohin sama teman-teman, cuma karena aku mikir: siapa pun yang jadi pasanganku nanti akan jadi kakak ipar adikku. Aku cuma pengin dia punya contoh yang baik — yang peduli sama pendidikan, atau setidaknya mau terus belajar.
Waktu aku masih bekerja, aku juga punya teman yang sering menyarankan agar aku menggunakan gaji untuk membahagiakan diri sendiri. Tapi aku justru memilih menggunakan uangku untuk hal lain: menabung buat beli buku kumpulan soal UN dan patungan sama bapak beli printer.
Bahkan tidak malu-malu, curhat soal biaya pendidikan SMA sampai akhirnya dapat beasiswa dari bosku, berutang ke anak buah di tempat kerja demi beliin koper, bahkan mencicil biaya perbaikan laptop ke sepupuku.
Semua usaha itu kulakukan demi satu harapan: semoga adikku bisa mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi dariku.
Agar dia tak perlu merasakan sulitnya mencari pekerjaan, atau mendengar kata-kata merendahkan hanya karena latar belakang pendidikan.
Melihatnya tersenyum mengenakan baju wisuda dan memegang penghargaan sebagai Wisudawan Terbaik membuat aku merasa sangat bahagia, dan tidak lagi menyalahkan keputusan-keputusan konyolku di masa lalu — meski mungkin, di mata orang lain, semua itu terlihat tak masuk akal.
No comments:
Post a Comment