Sunday 18 October 2020

Opini Pribadi Tentang Film Red Shoes and the Seven Dwarfs


Opini Pribadi Tentang Film "Red Shoes and the Seven Dwarfs" 

Film ini menceritakan tentang 7 pangeran yang justru membunuh sang putri karena penampilannya bagaikan penyihir. Ternyata sesungguhnya dia putri peri, yang kemudian mengutuk mereka menjadi kerdil dan hijau, seperti Shrek. Kutukannya bisa menghilang apabila seorang putri cantik yang menciumnya. 

Di tempat yang berbeda, Putri Salju menemukan sebuah pohon ajaib yang berbuah apel, dan apel tersebut bisa berubah menjadi sepasang sepatu ajaib. Saat sang putri memakainya, dia pun berubah menjadi wanita yang langsing dan cantik. Putri Salju melarikan diri dari ibu tirinya, penyihir Regina. Hingga tersesat ke rumah 7 kurcaci. Ketika ditanya, dia pun mengaku bernama Sepatu Merah, dan karena terpesona kecantikannya mereka memutuskan melindungi dan berjanji membantu menemukan ayahnya. Sebenarnya mereka berlomba membuatnya jatuh cinta, dan mencium salah satunya demi mematahkan kutukan. 

Seiring bergulirnya waktu, sang putri ternyata jatuh cinta pada Merlin, dan mereka berciuman, tetapi kutukannya tetap melekat. Merlin kecewa, tapi Sepatu Merah berkata bahwa dia mencintai Merlin apa adanya. Tiba-tiba raksasa jahat menyerang dan demi menyelamatkan Merlin, Sepatu Merah melepaskan sepatunya. Ternyata Merlin tidak bisa menerima Putri Salju, dia meninggalkan begitu saja. 

Waktu Merlin menyadari tentang perasaannya, dan kembali menemui Putri Salju, Regina sudah menangkapnya dan membawa anak tirinya kembali ke kastil, bahkan mengubahnya menjadi pohon ajaib yang berbuah apel dan berubah menjadi sepasang sepatu baru.

Dapatkah Merlin menyelamatkan sang putri? Silakan saksikan sendiri πŸ˜ŠπŸ™πŸ»

***  

Seandainya aku seorang ibu, aku rasa nggak akan mengizinkan putra dan putriku nonton film ini sebelum berusia di atas 13 tahun. Karena Pangeran dalam film ini bukan tokoh yang digambarkan sopan dan berwibawa seperti kebanyakan dongeng ala putri.

Merlin dan kawan-kawan digambarkan sebagai sosok yang suka modus. Bersikap baik karena ada maunya. Mengucapkan kata-kata rayuan yang menurut aku terdengar terlalu dewasa untuk didengar anak-anak, yaa.. Walaupun nggak ngomongin adegan panas menjurus porno, tapi tetap saja mengggelikan.

Tapi nggak buruk kok. Cuma mungkin ini bukan dongeng yang layak untuk anak. Mungkin lebih tepat untuk remaja. Karena sesungguhnya di akhir cerita, film ini menyimpan pesan moral yang sangat bagus. Tentang ketulusan, tanpa memandang penampilan fisik seseorang. Juga tentang penerimaan terhadap diri sendiri, bagaimana pun kondisi fisiknya.

Berbeda dengan dongeng Disney yang biasanya menonjolkan kekeluargaan. Seperti misalnya hubungan antara Anna dan Elsa yang begitu hangat dan membuatku terhanyut. Hubungan antara ayah dan anak (si Putri Salju), terkesan biasa aja. Berbeda juga dengan kisah Beauty and the Beast, yang seingatku hubungan antara ayah dan anaknya juga digambarkan dengan indah. Film ini menurutku lebih menonjolkan kisah cinta Merlin dan Putri Salju.

Secara visual, bagus. Gambarnya jernih. Pemandangan alam yang indah. Juga karakter kartun yang enak dilihat. Bahkan walaupun bertubuh gemuk, Putri Salju sesungguhnya tetap terlihat cantik. Begitu pula Merlin saat dalam kondisi dikutuk jadi kerdil. Malah unyu ngegemesin gimana gitu.

Menarik, bagus, tapi aku kurang suka. Mendingan nonton Film Elsa dan Anna dalam Frozen lagi ajalah...

Udah gitu aja. Ntar kalau panjang ada yang protes 😢

______ 

Red Shoes and the Seven Dwarfs merupakan film fantasi animasi komputer Korea Selatan tahun 2019, yang diproduksi oleh Locus Corporation. Ide cerita berdasarkan pada dongeng Jerman oleh Brothers Grimm dan namanya berasal dari dongeng Denmark The Red Shoes

Friday 16 October 2020

Review Film "Perfect World"


Opini Pribadi Tentang Film "Perfect World" 

Sinopsis:

Film Perfect Word bercerita mengenai kisah seorang karyawati bernama Tsugumi Kawana (Hana Sugisaki), dia bekerja di sebuah perusahaan Interior, dan perusahaan tempatnya bekerja mendapatkan sebuah proyek di mana mengharuskan perusahaan tersebut bekerjasama dengan sebuah perusahaan arsitekur.

Ketika para karyawati membaca sebuah majalah tentang profil perusahaan arsitektur, mereka menemukan profil seorang pria tampan yang bernama Itsuki Ayukawa (Takanori Iwata). Mendengar obrolan itu, Tsugumi pun tertarik pada nama pria yang disebutkan, dan mencoba memastikan bahwa pria itu pernah dikenalnya, sehingga dia bergabung dalam pembicaraan. 

Ternyata pria yang diperbincangkan itu adalah seniornya waktu di SMA, lantas para rekan kerjanya menyarankan Tsugumi agar ikut serta dalam rapat dengan perusahaan arsitektur. 

Ketika dia dan rekan kerjanya itu tiba di sebuah restoran makanan Jepang, Tsugumi pun bertemu laki-laki yang dipujanya saat SMA, Itsuki Ayukawa sedang duduk bersender. Itsuki lantas menyapa Tsugumi, dan membuatnya sedikit tersipu.

Masih segar dalam ingatan Tsugumi, Itsuki adalah senior SMA yang juga merupakan cinta pertamanya. Dia masih terbayang jelas akan pertemuan mereka di perpustakaan waktu keduanya masih sama-sama bersekolah. 

Sekarang keduanya pun dipertemukan kembali setelah beberapa tahun berlalu. Sewaktu Tsugumi merasa masih mencintainya, dia sangat terkejut karena keadaan Itsuki sudah tidak seperti dulu lagi. Saat ini Itsuki selalu menggunakan kursi roda untuk mengerjakan berbagai aktivitasnya.

*** 

Secara visual emang nggak secemerlang film My Bossy Girlfriend, film Korea Selatan yang mengangkat tema kisah romantis tentang atlet cantik disabilitas. Wajah para pemainnya nggak seglowing artis Korsel. Dan entah kenapa gambarnya kelihatan kurang jernih, atau mungkin sengaja dibikin gitu biar terkesan klasik dan artistic? Entahlah... 

Tapi dari segi cerita, menurut aku lebih realistis. Mungkin karena seakan lebih mirip dengan budaya di Indonesia. Berbeda dengan Korea Selatan yang mungkin sudah sangat maju dan open minded. Walau menurut Kakak cantik yang merekomendasikan film ini, aslinya yang dialami oleh seseorang yang keadaannya seperti Itsuki itu lebih berat dan banyak tantangannya ketimbang yang digambarkan dalam film ini.

Dari segi akting menurut aku penjiwaannya bagus banget sih. Terkesan sungguh-sungguh. Nggak ada yang janggal. Dan sukses bikin aku terhanyut dalam cerita. Sampai beberapa kali ikutan nangis...

Sayangnya, mungkin karena aku bucin, jadi aku malah lebih fokus membayangkan menjadi Tsugumi.

Bagaimana jika kita pernah sangat mengagumi seseorang, dan tiba-tiba seseorang yang dikagumi itu tak lagi sesempurna dahulu? Masihkah cinta itu bersemi? Dan sanggupkah kita bertahan mendampingi bahkan di masa-masa sulitnya?

Nggak tau kenapa kebanyakan film Jepang, terutama yang ini, kesannya lebih sopan dari pada film-film Korea Selatan, kecuali kalau filmnya yang melenceng ya... Dan aku nggak pernah nonton film Jepang yang melenceng, jadi nggak tau. Terlebih film Korea Selatan yang aku tonton biasanya bukan tema cinta, soalnya aku jarang tertarik romance Korsel sih... πŸ˜… ✌🏻 

Tsugumi berpakaian sopan. Lebih sering pake baju lengan panjang dan rok setumit. Nggak ada adegan panas. Bahkan ciumannya terkesan lembut, bukan yang kasar penuh napsu. Tapi lebih baik diskip aja kalau dinilai kurang pantas buat budaya Indonesia, yang penting kan inti ceritanya.

Saking sopannya, waktu bapaknya Tsugumi memohon Itsuki untuk menjauh dari anaknya dan mengakhiri hubungan keduanya, Beliau bahkan membungkuk dengan hormat pada Itsuki. Makanya kalau aku jadi Itsuki, aku pasti nggak tega juga untuk menolak permintaan si Bapak.

Jadi teringat seorang kakak cantik di Sosmed yang dulu kuliah di Jepang, dia bilang budaya di Jepang memang sopan-sopan. Bahkan dalam pemilihan kata-katanya. Makanya belajar Bahasa Jepang itu ternyata nggak semudah yang aku bayangkan.

***

Menarik, bagus, dan suka banget. Diborong semua sama film ini. Recommend. Dan, aku masih pengen nonton lagi... Tapi... Udah terlanjur kuhapus dan masih banyak daftar film lain yang harus ditonton πŸ˜…

Film ini udah lama nonton, tapi baru berani review sekarang karena waktu awal-awal selesai nonton aku tuh baper sangat. Jadi takut hasil reviewnya malah kebanyakan curhat soal cinta-cintaan pribadi ... 🀣🀣🀣

Intinya: "Cinta tetaplah cinta, bagaimana pun kondisi dia yang kita cintai ..."

Wednesday 14 October 2020

Opini Pribadi Tentang Film "Ananta"

Opini Pribadi Tentang Film "Ananta" 

Dibuka dengan adegan demi adegan yang berbeda dari versi novel, membuat aku tertarik untuk mengikuti cerita dan menebak-nebak endingnya. 

Peringatan: Banyak Spoiler! πŸ™…πŸ»

Film ini berkisah mengenai Tania yang antisosial dan suka mengkhayal, dia biasa menuangkan hasil imajinasinya dalam sebuah gambar yang dibuat sembarangan. Bukan hanya di kertas-kertas asal-asalan, dia bahkan mengambar di tembok saat ibunya dipanggil ke ruang kepala sekolah. Tania juga jutek banget dan bersikap semaunya sendiri, sampai membuat seluruh siswa di sekolah takut berinteraksi dengannya. 

Sifat antisosial Tania juga berlaku di rumah. Dia tinggal sendiri di paviliun samping rumahnya, dan selalu menghabiskan waktu untuk menuangkan imajinasi lewat lukisan di sana. Sehingga ibu dan dua kakaknya sering kesulitan memahami sifat Tania. Diceritakan bahwa satu-satunya sosok yang mampu memahami hobi Tania dalam melukis hanyalah ayahnya, yang sudah almarhum. Dia juga hanya berinteraksi dengan Bi Eha yang selalu melayani segala kebutuhan, termasuk memasak nasi kerak, satu-satunya makanan favoritnya.

Hingga tiba-tiba hadir sosok siswa baru di sekolah Tania, bernama Ananta Prahadi. Laki-laki yang memiliki nama panggilan Anta ini, mengaku berasal dari Subang dan bersikap tampak lugu di hadapan semua orang. Anta akhirnya duduk sebangku dengan Tania. Sifat Anta yang norak dan sok akrab membuatnya kesal, apalagi saat si anak baru tersebut berani memanggilnya dengan sebutan Teteh Tatan. Tapi tiba-tiba dia mengajak Tania makan nasi kerak, sehingga gadis itu mulai bersikap baik. Perlahan-lahan dengan kesabaran dan kesungguhan Anta, akhirnya Tania luluh juga. Sehingga keduanya pun menjalin kerja sama. Tania melukis, sedangkan Anta mengumpulkan, merawat, dan memasarkan berbagai hasil lukisan Tania kepada publik. 

Di saat semuanya baik-baik saja, tiba-tiba Anta menghilang 
Sekembalinya dari kepergian dia justru memperkenalkan sesosok laki-laki yang nyaris sempurna bernama Pierre, pria tampan blasteran Prancis yang tinggal di Yogyakarta. Anta pun perlahan-lahan berusaha menjauh dari kehidupan Tania dan menyisakan tanda tanya besar. 

***

Ada banyak perbedaan dengan novel, tapi menurutku malah lebih realistis. 

Di novel diceritakan bahwa Tania anak tengah, tapi di film dia merupakan anak terakhir. Menurut pengamatan aku, anak tengah itu biasanya justru yang paling ramah dan pandai bersosialisasi dengan berbagai kalangan. Maklum saja, dia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan kakak dan adiknya. Jadi menurut pengamatanku jarang banget ada anak tengah yang berkelakuan seaneh Tania dalam versi novel. Dengan catatan, itu di sekitarku saja. Mungkin di sekitar si penulis bisa jadi berbeda. 

Sedangkan kalau anak terakhir, emang kadang gitu sih. Banyak yang merasa terasing, karena jarak usia dengan orang tuanya jauh banget, jadi merasa saling kesulitan untuk memahami. Cenderung bersikap semaunya sendiri karena kakaknya banyak dituntut mengalah dan melindungi. Ini emang nggak berlaku untuk semua, tapi kebanyakan. Ini juga hanya berdasarkan hasil pengamatan di sekitar aku. Siapa tahu, di sekitar penulis keadaannya berbeda... 

Di novel diceritakan bahwa ayahnya masih hidup, dan Tania berubah sejak kepergian kakak pertamanya karena kuliah di luar negeri, satu-satunya sosok yang bisa mengendalikan sikap buruk Tania. Tapi di film ditunjukkan bahwa hanya sang ayah yang mampu memahami Tania, dan beliau telah wafat. Menurut aku sih, sosok ayah lebih meyakinkan untuk berpengaruh dalam hidup seseorang dari pada kakak, kecuali kalau ada alasan yang sangat kuat mendasarinya, yang sayangnya di novel tidak digambarkan dengan sangat baik dan meyakinkanku. 

Sosok Pierre yang di novel digambarkan sebagai pria yang tinggal di luar negeri. Sedangkan di film tinggal di Yogyakarta. Setidaknya kalau tinggal di Yogyakarta, aku bisa maklum kenapa dia punya kesabaran seluas angkasa dalam menghadapi sifat Tania. Soalnya laki-laki Yogyakarta kebanyakan sabar-sabar euy. Bukan mau rasis atau gimana sih. Tapi faktanya emang banyak laki-laki Yogyakarta yang menurut aku sabar-sabar. Bahkan walaupun bukan berasal dari daerah setempat, kalau udah tinggal di sana biasanya sabar. Mungkin pengaruh lingkungan. Entah... Tapi nggak semua orang pastinya. Bisa jadi hanya karena aku yang belum kenalan sama yang tipe laki-laki senggol bacok πŸ˜…

Lewat novel dan film ini, aku akhirnya mengerti kenapa tokoh utama sebuah sinetron selalu digambarkan sebagai sosok yang sangat baik dan lemah tak berdaya. Yaitu biar orang-orang pada simpati, sehingga ikut merasakan duka saat si tokoh utama menderita. Ya, karena saat menikmati novel dan film dengan karakter yang seenaknya sendiri kayak si Tania gini, rasa simpati itu nggak kerasa. 

Atau mungkin karena aku yang kurang peka? Soalnya banyak yang bilang mereka nangis dan sedih saat nonton ini. 

Dan, ternyata endingnya... Eh, nggak boleh banyak spoiler 🀣🀣🀣

Mungkin, kalau film atau novelnya diambil dari sudut pandang Ananta Prahadi, pendapatku bakal lain. Banyak cewek-cewek yang mengaku baper karena kesungguhan Anta memahami Tania. Kalau boleh jujur, aku juga sedikit baper versi filmnya, hanya di saat-saat pertama kali Anta berusaha mendekati Tania. Waktu Anta langsung cerita sendiri walaupun Tania nggak nanya, itu emang sweet banget... 

Setidaknya film ini dihiasi oleh pemain-pemain bintang papan atas, baik yang sekarang sedang naik daun, atau yang dulu pernah populer di jamannya. Jadi selain bisa melepas rindu dengan artis idola, secara akting juga nggak mengecewakan dan sangat bisa dinikmati. 

Film "Ananta" dibintangi oleh Michelle Ziudith yang selama ini sudah sering nongol di berbagai film melodrama romantis, yang menurut aku ala-ala FTV. Di sini dia berperan sebagai Tania. Kemudian Ananta Prahadi diperankan oleh Fero Walandouw, yang katanya sih sering nongol di film-film horor Indonesia. Sedangkan Pierre diperankan oleh Nino Fernandez, yang pernah membintangi film "Wa'alaikumsallam Paris".

Ditambah dengan kehadiran artis Nova Eliza yang berperan sebagai ibunya, Roy Sungkono kakak pertama, dan Jihane Almira sebagai kakak kedua. Anjasmara, sebagai sang ayah. Ada juga Asri Welas, sebagai Bi Eha. Bahkan ibu gurunya adalah Astrid Tiar. 

Lokasi syuting yang katanya di Puncak, juga setidaknya menghasilkan gambar yang indah dan memanjakan mata. Lumayan buat hiburan.

Jadi, bagus filmnya. Menarik. Tapi aku kurang suka. Aku benci endingnya, dan ada satu adegan yang membuatku merasa seperti nonton film thriller. Soalnya aku takut banget sama darah. Bikin ngilu... πŸ™ˆ

Monday 12 October 2020

Review Novel Ananta Prahadi

Opini Pribadi Tentang Novel "Ananta Prahadi"

Sahabatku pernah merekomendasikan sebuah film, judulnya "Ananta". Seingatku waktu itu aku sedang patah hati, jadi aku mengabaikannya. Aku sedang menghindari drama romantis di saat-saat seperti itu.

Sampai akhirnya beberapa bulan kemudian, bahkan mungkin hampir setahun berlalu, seorang adik mengatakan bahwa ada versi novelnya, dan yang mengejutkan bagiku adalah karena ditulis oleh Risa Sarasvati. Yup, penulis yang sangat terkenal dengan novel-novel horror. Sebut saja "Asih", "Danur", "Peter", dan lain sebagainya.

Sebenarnya aku udah lama kenal, karena adik sepupuku punya beberapa koleksi. Tapi aku nggak berani baca. Entahlah... Padahal di rumah sendirian berani, diajakin nonton horor juga nggak teriak atau langsung meluk orang di sampingnya. Nggak jelas emang. Pokoknya takut aja πŸ˜…

Back to novel.

Sejujurnya, aku kurang suka dengan tulisannya yang terkesan kurang rapi. Seperti huruf hidup yang pemakaiannya berlebihan, jadi kayak chatting dengan anak alay. Walaupun katanya sih, itu strategi biar chattingnya nggak berasa jutek.

Contohnya: "Iyaaa"

Juga tentang penggunaan 3 tanda seru. Padahal, seingatku menurut teori menulis yang pernah aku dapatkan dari berbagai kelas kepenulisan di Facebook dan Whatsapp, pakai 1 aja cukup. Nggak usah banyak-banyak. Mubadzir...

Contohnya: "Tania, bangun!!!"

Pantesan adik sepupuku selalu bilang, "Asal ceritamu bagus, teori menulis itu nggak terlalu penting."

Mungkin karena bacaannya Risa Sarasvati semua. Sehingga aku mulai curiga, jangan-jangan semua buku Risa seperti ini penulisannya...

Yaudah, nggak masalah... Setiap orang itu berbeda dan punya keunikan masing-masing, termasuk tentang penulis. Tapi secara pribadi aku lebih suka yang tulisannya rapi dan nggak bikin sakit mata.

Terus, kenapa diteruskan kalau nggak nyaman sama tulisannya? Karena aku penasaran dengan alasan sahabatku suka sama novel ini.

Setidaknya novel ini jalan ceritanya unik, walaupun di pertengahan aku sudah bisa menebak bagaimana endingnya, dan sudah pasti hasilnya benar. Karakter tokohnya juga nggak biasa.

Jadi nggak semembosankan Drama Korea berjudul "Unforgettable", yang juga aku paksa-paksa diri sendiri buat nonton karena direkomendasikan oleh sahabatku.

Di Goodreads banyak yang bilang kalau novel ini bikin nangis, sedih, feelnya dapat banget. Tapi entah kenapa aku merasa biasa aja.

Bahkan menurut aku terkesan nggak realistis. Di bagian Pierre. Laki-laki baik, tampan khas pria Eropa, dan memiliki kesabaran seluas angkasa. Dengan sikap Tania yang seaneh itu, aku merasa janggal dia bisa mendapatkan laki-laki sedemikian sempurna.

Ya, memang sih di dunia nyata banyak wanita emosional yang kemudian dicintai oleh laki-laki sabar dan pengertian. Tapi biasanya laki-lakinya pasti punya kekurangan... Misalnya saja kurang ganteng, nggak kaya, kurang cerdas, dan lain sebagainya.

Menurutku malah lebih masuk akal kalau endingnya nggak seperti itu. Dan, seharusnya ada sedikit saja kekurangan Pierre, biar terkesan lebih nyata.

Suka, menarik, atau bagus? Menarik. Tapi kurang suka, dan menurutku kurang bagus.

Aku juga nggak suka endingnya. Klise. Kenapa sih seseorang yang punya penyakit, selalu menghindari orang yang dicintainya? Kenapa nggak sesekali ada cerita di mana si sakit berusaha untuk mengukir kenangan indah bersama-sama.

Ya, mungkin karena aku terlalu terpengaruh oleh Anime "Your Lie in April" dan "I Want to Eat Your Pancreas". Masalah selera aja sih. Selera orang kan beda-beda dan bukan berarti yang kita nggak suka itu buruk ...



Tuesday 6 October 2020

Tukang Review: Film "Terlalu Tampan



Sinopsis film:

Film ini berkisah mengenai cowok yang punya muka  ganteng, ala-ala cowok Korea gitulah, maksudnya manis-manis gimana gitu. Buat yang suka cowok-cowok Korea, kayaknya bakalan suka deh sama Mas Kulin. Soalnya aku nggak tahu, kan aku biasa aja liat cowok Korea. 

Cowok ini namanya Witing Tresno Jalaran Soko Kulino atau Mas Kulin (Ari Irham). Diceritakan bahwa, ketampanan Mas Kulin adalah warisan dari keluarganya. Ayahnya adalah mantan seorang playboy, yang lantas  insyaf dan serius menjalankan komitmen untuk berumah tangga. 

Karena kegantengannya yang di luar nalar, Mas Kulin memilih untuk Homeschooling dan ngobrol sama ikan kesayangan. Sepanjang hari berada di rumah terus, demi  memperoleh kenyamanan dalam hidupnya. Soalnya dia keluar sebentar aja, sekampung langsung heboh luar biasa. 

Mas Kulin sesungguhnya santuy aja cuy menghadapi  kehidupannya yang nggak normal ini, tapi beda pemikiran dengan seluruh anggota rumahnya. Pak Archewe (Marcelino Lefrandt), Bu Suk (Iis Dahlia), dan kakaknya, Mas Okis (Tarra Budiman) mencemaskan masa depannya, terutama tentang kemampuannya bersosialisasi. 

Jadi keluarga pun bikin akal-akalan biar Mas Kulin mau bersekolah di luar rumah. Karena terpaksa, Mas Kulin akhirnya bersekolah di SMA khusus pria yakni SMA Horridson. Dari sinilah masalah demi masalah yang selama ini ditakutkan Mas Kulin akhirnya menjadi kenyataan. 

Menurut aku sih lebay banget, tapi lucu.  Masa ketampanannya sampai tercium hingga beberapa meter, bahkan yang lebih nggak masuk akal, kecipratan keringatnya aja bisa ketularan  ganteng.

Gara-gara melihat wajah ganteng Mas Kulin satu sekolahan jadi heboh luar biasa. Bahkan seorang guru perempuan sampai pingsan setelah melihatnya. 

Hingga ketampanan Mas Kulin dimanfaatkan ketua geng SMA  untuk mengemban misi menyampaikan sebuah pesan kepada pemimpin geng siswi-siswi di BBM (sekolah khusus perempuan), tapi di sana dia justru membuat seluruh siswi sekolah menjadi histeris, mimisan, bahkan pingsan. Termasuk sang ketua geng sekolah perempuan, sekaligus primadona di sekolah perempuan itu, Amanda (Nikita Willy). 

Di sisi lain, ternyata tidak semua orang melihatnya hanya dari fisik semata. Dia akhirnya berhasil mendapatkan seorang  sahabat yang tulus, setia, dan selalu melindunginya, yaitu Kibo (Calvin Jeremy). 

Dan, cewek bernama Rere (Rachel Amanda), yang sama sekali nggak terpesona sama kegantengannya. Padahal dia justru jatuh cinta sama cewek itu.

***

Opini Pribadi Tentang Film: 

Jujur, awalnya aku mikir ini cukup jadi hiburan aja. Tapi ternyata ini berhasil bikin aku suka banget sama jalan ceritanya. Ini beda dari kebanyakan film remaja Indonesia yang pernah aku tonton.

Tapi sayangnya akting Ari Irham terkesan kaku banget. Atau entah emang karakternya sengaja dibikin gitu? Duh, aku nggak pandai menilai akting seseorang sih, tapi aku nggak suka gaya aktingnya. Lebih buruk dari pada waktu Iqbal jadi Dilan di edisi pertamanya.

Btw, ini katanya dari Webtoon, dan aku nggak bisa membandingkan karena aku malas download aplikasi Webtoon. Dulu sih karena alasan berat di hapeku yang masih ketinggalan zaman. Tapi sekarang sih, males aja.

Tapi, film ini menurutku bagus secara visual. Seakan membawa penonton masuk ke dalam sebuah dunia yang berbeda.

Walaupun banyak yang nggak masuk akal dari kisah ini, dan terkesan hiperbola banget, tapi nggak tau kenapa asik-asik aja ditonton. Lucu. 

Dan, karakter yang aku suka banget justru si Rere. Mungkin karena diperankan oleh Rachel Amanda yang dari kecil udah wara-wiri di beberapa sinetron popular. Aktingnya tuh meyakinkan banget. Seolah-olah itu benar-benar dia. Dia tuh unik. Cantik alami, punya selera yang berbeda, dan berkepribadian ceria. 

Dan, yang bikin aku tambah ngefans, dia nggak menilai cowok dari gantengnya aja. Dia cuma lihat ke arah cowok yang dia sayang, tanpa peduli kalo di dekatnya ada cowok ganteng yang diidolakan seluruh penjuru dunia. 

Banyak pesan yang bagus dari film ini, sayangnya aku lupa mencatat. Terlanjur terhanyut dan menikmati kisahnya.

***

Bagus, menarik, atau suka?

Suka dan menarik. Sayangnya kurang bagus, gara-gara akting Ari Irham. Tapi menurut aku aja sih. Mungkin pendapat orang lain, berbeda...

Dan, endingnya kenapa jadi sesederhana itu? Padahal bicara soal tampan, privilege yang didapatkan rakyat good looking itu kan bukan hanya sekedar untuk mendapatkan pasangan. Banyak tema yang juga nggak kalah menarik. Misalnya, kenapa "Tukang Tahu Tampan", "Tukang Ojek Ganteng", langsung viral, sementara yang biasa aja, seolah-olah nggak dianggap? 

Misalnya, kenapa artis tampan kalau kena kasus banyak yang dukung, sedangkan kalau publik figure yang nggak ganteng dibully? Si Andika dan Ariel misalnya. Sama-sama anak band, sama-sama playboy. Tapi yang satu tetap dipuja, yang satunya dibully mulu.

Banyaklah pokoknya.

Tapi ya udah... Mungkin karena segmentasi remaja, kisah-kisah sederhana aja yang diangkat. Ya, setidaknya lumayan buat hiburan.

Wednesday 23 September 2020

Review Film Imperfect

Opini Pribadi Tentang Film (Lebih Banyak Curhatan, Tapi...) 

Imperfect

Bermula dari rasa insecure yang dialami Meira Anastasia, istri Ernest Prakasa. Dia pun mencurahkannya ke dalam sebuah buku berjudul, "Imperfect", yang kemudian menjelma sebuah buku yang laris. Sehingga menginspirasi lahirnya film kelima Ernest Prakasa, yang kemudian tayang mulai 19 Desember 2019.

Peringatan: Banyak Spoiler! πŸ™…πŸ»

Cerita berawal dari masa kecil si Rara, yang diperankan oleh Jessica Mila, diceritakan terlahir gemuk dan sawo matang, mengikuti gen ayahnya. Berbeda dengan adiknya, Lulu, yang diperankan oleh Yasmin Napper, yang lahir mengikuti gen ibunya, Debby yang diperan oleh Karina Suwandi, dengan tubuh bak model. 

Sejak kecil, Rara harus menerima ucapan yang tak menyenangkan dari orang-orang yang berinteraksi dengannya, bahkan ibunya sendiri. Tapi ada ayahnya yang selalu mengerti dan menyayangi dengan tulus. 

Dan, setelah ayahnya pergi, di rumahnya seolah tak ada lagi yang bisa memahami dan menerima apa adanya. Tapi, hidup harus terus berjalan. Hingga akhirnya Rara tumbuh dewasa, sudah memiliki pekerjaan dan sang kekasih, Dika, yang diperankan oleh, Reza Rahadian, sesosok laki-laki baik yang mencintai apa adanya.

Suatu hari, karena ada sesuatu Rara punya kesempatan untuk naik jabatan di kantornya, sebuah perusahaan kosmetik. Namun, bos Rara, Kelvin, yang diperankan oleh Dion Wiyoko, justru menunjuk rekan kerjanya yang lain karena berpenampilan fisik lebih menarik. Sehingga Rara memutuskan untuk mengubah total penampilannya.

***

Film ini mengangkat tema yang berat, tapi disajikan dengan sangat ringan. Penuh dengan kelucuan, khas film-film Ernest. Cukup menghibur, sekaligus bikin nangis. 

Dan, setiap film Ernest, selalu menghadirkan pesan yang tersimpan, tapi tak terkesan menggurui. "Bahwa kita semua sudah sempurna, bagaimana pun kondisi tubuhnya." 

Yang paling aku suka. Di film ini, nggak ada manusia yang digambarkan sempurna. Nggak ada yang seratus persen baik, atau seratus persen jahat. Karena memang faktanya demikian, manusia itu nggak ada yang bisa dinilai baik atau jahat seratus persen.

Sebagai contoh, si Rara, dulu waktu dia mengalami Body Shaming dia baik dan peduli pada orang lain, tapi begitu berhasil  berubah, sifatnya pun tak seperti dulu lagi. Ibunya Rara yang tiap hari melarang Rara makan berlebihan dan mengingatkan soal berat tubuh anaknya yang berlebihan, ternyata mendapatkan pengalaman buruk di masa lalu gara-gara tak bisa menjaga kondisi tubuh. Dan, Lulu, adik Rara yang tampak sempurna secara fisik, ternyata juga merasakan penderitaan, walaupun dalam bentuk yang berbeda. 

Bagian yang bikin sedih, waktu ayahnya Rara meninggal. Aku langsung mewek dong.... Karena jujur saja, ada saat-saat di mana cuma ayah yang bisa mengerti. Cuma ayah yang mau mendengarkan pendapat, tanpa memandang rendah tingkat pendidikanku.

Yap, aku merasa senasib sama Rara, tapi dalam bentuk yang berbeda. Kalau Rara insecure karena fisik, aku karena tingkat pendidikan.

Ya, walaupun banyak yang bilang, "Nggak papa kok. Walaupun nggak berpendidikan, tapi kamu keliatan cerdas." Tapi hal itu terasa "omong kosong" atau cuma pengen nyenengin aku doang, kalau ujung-ujungnya pendapatku nggak didengarkan, aku dikasih saran-saran padahal nggak minta, atau dikasih tau hal yang sama berulang-ulang.

Bikin pengen nyemprot, "Emang aku sebodoh itu apa?" Tapi nggak sopan sih. Yaudah... Diam aja.

Jadi baper... 

Padahal jujur awalnya malas nonton, karena lagi-lagi ada Reza Rahadian. Kok dia lagi, dia lagi sih... Apa nggak ada aktor yang lain? Tapi setelah nonton filmnya, aku baru paham kenapa harus Reza. Soalnya kalau bukan dia mungkin aktingnya tidak akan meyakinkan. Soalnya dia harus keliatan sayang dan setia banget pada Rara, walaupun sering berinteraksi dengan model yang cantik. Termasuk adiknya Rara sendiri. 

Bagaimana dia bisa bersikap seolah nggak merasakan apa-apa saat membenahi rambut Lulu yang berantakan, mungkin kalau bukan yang sudah profesional, hasilnya nggak akan semeyakinkan itu. Ya, jadi nggak papa dia lagi, dia lagi. πŸ˜…

Aku juga sangat berterima kasih sama Dika, karena akhirnya meyakinkan aku bahwa kesetiaan itu tidak selamanya harus didasari pada kelebihan pasangan. Karena aku sering insecure dan curiga sama kekasihku, tapi bukan karena fisik. 

Melainkan karena merasa aku nggak sepintar dia. Aku sering bertanya-tanya, seandainya dia bertemu wanita yang lebih cerdas dari aku, masihkah dia setia padaku? Atau menemukan wanita yang lebih nyambung diajak ngobrol dan diskusi, apakah dia menyesal memilihku? Atau dia sebenarnya terpaksa sama aku?

Setelah melihat Dika, dan kesetiaannya menerima Rara apa adanya, aku bisa mengerti bahwa kesetiaan itu bukan hanya karena sempurna. Tapi karena saling memahami dan menerima. Dika yang bisa menerima Rara dengan bagaimana pun kondisi tubuhnya, dan Rara yang bersedia memahami dan menenangkan Dika di saat dia emosional.

Jadi mulai belajar untuk percaya dan mengabaikan pikiran buruk diri sendiri, apalagi pendapat negatif orang lain. 

"Maafin aku selama ini. Mulai sekarang aku akan berusaha untuk lebih percaya sama kamu..." 

***   

Aku nggak suka ngasih film dengan nilai berupa angka, tapi berdasarkan tiga hal. Bagus, suka, dan menarik. Tiga-tiganya ada di film ini. Recommended banget pokoknya!

Saturday 19 September 2020

Menjeda (Mencari Muara Cinta)

Opini Pribadi Tentang Novel

Begitu membaca sinopsis-nya yang puitis, aku langsung terpikat untuk meminjamnya dari aplikasi perpustakaan digital, Ijakarta.

Lagi-lagi aku tertipu sampulnya yang manis, karena kisahnya ternyata tidak sesederhana dugaanku. Penuh liku dan kerumitan, tapi mungkin memang seperti itu sebuah kisah. Supaya yang manis terasa sangat manis, harus dibumbui yang pahit-pahit dulu. 

Novel ini menceritakan tentang seorang fashion desainer di Italia, yang tinggal bersama dengan seorang laki-laki tanpa ikatan pernikahan. Ya, setting kan di Italia, jadi harap maklum kalau tidak sesuai dengan budaya ketimuran yang aku anut.

Tapi tenang... Ini bukan novel plus-plus ala platform digital yang banyak adegan "panas" demi menggaet pembaca. Novel ini aman. Mereka tidak melakukan apa-apa. Maksudnya ke arah yang negatif. Hati Keira masih terikat pada seorang pria di masa lalunya, dan Radja adalah sosok laki-laki yang selalu melakukan apapun untuk wanita yang dicintainya, termasuk menjaganya.

Radja yang semula seakan ikhlas hanya menjadi sahabat, tiba-tiba termotivasi untuk menikah dengan Keira, dan memiliki anak-anak yang lucu. Tapi keinginan tersebut tidak sejalan dengan harapan Keira. Dia masih meragu.

Akhirnya mereka memutuskan untuk menjeda. Saling menjauh demi memantapkan hati. Keira kembali ke Indonesia dan berusaha menemui orang-orang di masa lalunya untuk memperbaiki hubungan.

Keira pun menemui ayahnya, yang telah berbahagia dengan keluarga barunya. Walaupun sederhana. Dia menikah dengan seorang wanita yang tidak secantik ibunya, tapi Keira mengerti, wanita itu tidak sedominan ibunya. Dia pun ikhlas setelah melihat ayahnya lebih punya kuasa, ketimbang dahulu saat bersama ibunya.

Keira juga mencari Giras, sahabatnya di masa lalu, yang berhasil mewarnai hidupnya yang monoton karena aturan-aturan yang diterapkan keluarganya. Sosok yang dulu sangat dibenci oleh warga desa, karena kerap dikaitkan dengan tindakan pencurian. Bukan tanpa alasan Giras melakukannya, dia memiliki banyak adik yang membutuhkan makanan, sementara kondisi ekonomi keluarganya berada di titik yang rendah. 

Karena sebuah kejadian kedua orang tua Keira menitipkannya pada saudara di kota yang berbeda, demi memisahkan Keira dan Giras. Sekarang laki-laki itu telah berubah, menjadi pemandu olahraga yang memacu adrenalin. Yaitu paralayang dan arung jeram. 

Keira juga mengunjungi ibunya, yang sekarang tidak lagi searogan dahulu. Beliau tinggal di rumah yang sama dengan saat Keira kecil, dan hanya ditemani seorang asisten rumah tangga.

Kini orang tuanya tak lagi menentang hubungannya dengan Giras, tapi ada tiga sosok yang membuat Keira bimbang. Seorang wanita bernama Novali dan anak yang diadopsinya, Nala, yang seakan berharap Giras menjadi pelengkap keluarga kecil mereka. Dan, Radja, sosok yang selalu ada di saat Keira terpuruk.

Radja adalah sosok pahlawan bagi Keira. Sosok siswa idola sekolah yang justru mencurahkan waktu dan perhatiannya untuk mencerahkan dunia Keira, dan mengabaikan banyak gadis di sekolah yang memujanya. 

Berkat tindakan Radja yang mengirim karya Keira ke pengurus mading, Keira akhirnya dikenal dan dikagumi teman-teman di sekolah, membuatnya tampak sejajar dengan Radja. Radja adalah blasteran Indonesia - Eropa, sehingga setelah lulus sekolah dia terbang ke Italia, tinggal bersama sang ibu.

Perceraian kedua orang tuanya, yang berujung pada pernikahan baru ayahnya berakibat pada Keira. Dengan kekuasaan yang dimiliki keluarga ibunya, ayah Keira kehilangan pekerjaan dan tidak bisa lagi membiayai kuliah dan kehidupan sang putri.

Radja datang jauh-jauh dari Italia, dan mengajaknya tinggal bersama ibunya. Karena ibunya Radja menikah lagi, akhirnya tersisa Radja dan Keira yang tinggal bersama.

___

Walaupun dibuka dengan fakta yang tak sesuai budaya ketimuran, tapi novel ini memberikan banyak pelajaran. 

Bahwa dalam sebuah pernikahan, keseimbangan itu diperlukan. Jika salah satu pihak terlalu dominan dan merasa benar sendiri, maka yang kemudian terjadi adalah dua kemungkinan, bercerai, atau tetap bersama tapi tidak akan pernah bahagia. Ini yang terjadi pada rumah tangga ayah dan ibu Keira. 

Walau seburuk apapun kelakuan seseorang, bukan berarti dia tidak bisa berubah. Giras adalah sosok inspiratif, di mana dia akhirnya berusaha keras untuk berubah menjadi lebih baik. 

Dan, aku sangat salut dengan pemikiran yang berbeda dari penulis, "Tidak selamanya cemburu itu tanda cinta."

Radja sangat mencintai Keira, tapi tidak suka mengumbar kata-kata rayuan, dan tidak pernah menunjukkan kecemburuannya pada hubungan Keira dan Giras. Karena dia tidak pernah memandang dari sudut pandang kebahagiaan diri sendiri, dia lebih mementingkan kebahagiaan Keira. Jadi jika Keira bahagia bersama Giras, maka Radja akan mengikhlaskannya.

Jadi buat cewek-cewek yang sering mengeluh, "pacarku kok nggak pernah merayu," dan "dia kok nggak pernah kelihatan cemburu," Jangan sedih dulu. Mungkin dia setipe dengan Radja.

*** 

Aku suka endingnya, sudah seharusnya Keira bersama pria itu. Siapa dia? Baca aja sendiri 😝

____

Novel ini membuatku baper karena dua hal, "Nama belakang Radja," dan "Radja yang tidak pernah menampakkan kecemburuannya, tapi ternyata begitu dalam mencintai Keira."

_____

Quote favorit:

"Kita memang hanya memiliki satu hati, tapi kita bisa menyayangi beberapa orang dalam satu waktu. Tentu dengan tingkatan berbeda, dalam ruang-ruang redup hingga terang benderang. Hanya hati kita yang mengetahui siapa yang menempati ruang dan tingkatan yang mana. Dan, seharusnya itu tidak tertukar." 

"Meskipun pada praktiknya, kualitas strata pendidikan tidak menjamin kualitas berpikir, berbicara, dan bertindak seseorang."

____

Sinopsis:

“Ketika dirimu terpisah dari seseorang di masa lalu,
tidak serta merta jejaknya terhapus dalam ingatanmu.
Seberapa jauh pun engkau pergi, sebahagia apa pun tawamu mampu tergelak. Ia akan terus menguntit, hingga engkau harus kembali.”

Mengingat dirinya, aku seperti melukis sketsa dari garis terakhir. Menemukan kegembiraan, tawa, jahil dan tangis pada kurun waktu yang lampau. Setidaknya, aku dapat mengenang, bahwa aku pernah merasa bahagia di masa laluku. Bersamanya... sketsa cintaku terasa tak pernah usang.

Namun, ketika aku menemukanmu. Ataukah engkau yang menemukanku? Keseharianku seakan diselingi alunan lagu dengan lirik-lirik yang merdu. Kau mengenalkanku pada kehidupan yang memiliki begitu banyak warna. Kau juga yang menggenggam erat tanganku di saat aku harus membuat keputusan tersulit.
Kehadiranmu bagai pilar untukku dapat bersandar, dan membantuku agar selalu berdiri tegar.

Judul Buku : Menjeda (Mencari Muara Cinta)
Penulis : Adya Pramudita
Editor : Anin Patrajuangga
Penerbit : PT. Grasindo
Terbit : 2014
Tebal Buku : 266 + vi halaman
ISBN : 9786022513

Tuesday 15 September 2020

Hati Selembut Salju

Opini Pribadi Tentang Lagu

Segara - Hati Selembut Salju

Jujur, pertama kali tertarik sama penyanyi yang satu ini karena namanya yang mengingatkan pada seseorang. Nggak persis. Tapi maknanya kan sama πŸ˜…

Ternyata lagunya puitis dan musiknya cocok di telingaku. Jadi sempat mengoleksi dua lagunya di playlist pemutar musik. Dan seperti biasa, kalau aku suka pasti diputer berkali-kali. 

Ternyata secara nggak sengaja waktu Bapak (semasa beliau masih bersama kita) dan Mama menyaksikan Satu Jam Lebih Dekat Dengan Ebiet G Ade, ternyata dia ini  anaknya Beliau. Om Ebiet adalah musisi di era Bapak dan Mama masih muda, yang terkenal dengan lagunya yang puitis dan penuh makna. Saking sukanya, setiap perjalanan panjang Bapak selalu memutar lagu Om Ebiet dalam mobilnya. Aku pun jadi terpengaruh suka lagunya. 

Sekarang Segara membawakan video terbaru, yang ternyata merupakan remake dari lagu lawas. Liriknya puitis sekali, berpadu alunan musiknya yang lembut. Sehingga seringkali aku jadikan musik pengantar tidur...

Selamat istirahat. Semoga esok lebih baik πŸ˜ŠπŸ™πŸ»

Curhat Tentang Film: My Bossy Girlfriend

Opini Pribadi Tentang Film... 

Karena aku jarang tertarik Drama Romance dari Korea Selatan, jadi aku cukup apresiasi film ini: MY BOSSY Girlfriend. Setidaknya nggak bikin ngantuk, atau pengen skip, atau berhenti di tengah jalan, dan tonton lagi kapan-kapan 🀣

Dari segi romance, film ini menceritakan tentang dua orang yang saling mencintai dengan "kekurangan" dan kelebihan masing-masing. 

Si perempuan mengalami disabilitas karena kecelakaan, sementara si laki-laki mengalami trauma psikologis karena masa kecilnya pernah dibully. Sehingga mereka pun bisa saling melengkapi. 

Poin yang Pengen Aku Komentarin: 

1. Ini lebih realistis dari pada kebanyakan kisah cinta disabilitas yang pernah aku tonton, terutama yang dari Indonesia, semacam FTV atau sinetron. Biasanya si kekasih non difabel digambarkan sebagai sosok yang terlalu sempurna. 

Agak bikin baper, karena aku termasuk orang yang selalu berpikir, "Manusia itu nggak ada yang sempurna," 

Jadi kalau disarankan dengan laki-laki non difabel, aku selalu bertanya, kira-kira dibalik fisiknya yang "baik-baik saja" dia punya "kekurangan" apa ya? Mungkin bisa jadi emosional, posesif, nggak bisa pengertian, dan lain sebagainya. Walaupun mungkin bagi sebagian orang yang lainnya itu bisa jadi bukan kekurangan. Tapi setiap orang kan beda-beda penerimaannya. 

2. Dari segi visual, bagus sih. Tapi aku rasa semua film Korea Selatan yang pernah aku tonton, visualnya memang bagus. Ya, mungkin karena peralatan yang canggih, kondisi lingkungan yang memang rapi, modern, dan sebagainya. 

3. Kegigihan meraih cita-cita, walaupun ditentang ayahnya. Bikin aku jadi bertanya-tanya, seandainya aku "ngeyel" seperti si tokoh utama? Apakah aku bisa sesukses dia? Secara kalau berbeda pendapat sama almarhum Bapak dulu, aku selalu pakai cara merayu dengan halus, dan kalau nggak disetujui, yaudah... Cari jalan lain, atau lupakan. 

4. Jadi pengen punya kursi roda kayak gitu, pengen bisa pergi ke mana-mana. Ya, walaupun sebenarnya aku nyaman-nyaman dan bahagia aja tinggal di rumah mulu. 

5. Yang menurut aku agak janggal. Kok keluarga si cowok bisa langsung terima? Ya, mungkin karena budaya Indonesia dan Korea berbeda. Aku secara pribadi belum punya pengalaman soal itu sih, ketemu langsung keluarga pasangan. Aku kan baru satu kali serius komitmen, dan belum ke arah sana, karena masih banyak hal lain yang masih perlu diperjuangkan. Tapi berdasarkan cerita teman-teman disabilitas, bahkan bagi keluarga yang punya anak laki-laki disabilitas juga, sulit menerima punya menantu atau sekadar merestui anak laki-lakinya berpacaran dengan penyandang disabilitas. 

6. Saat adegan si perempuan digendong karena harus mencapai restoran di atas bukit, aku jadi mikir, "Kayaknya drama romance Korea Selatan selalu ada adegan gendongan ya?" 

Dan, aku mulai mengerti kenapa dulu banyak disarankan untuk memilih pasangan non difabel, biar bisa digendong atau dibantu ke mana pun perginya. 

"Nggak papa kok, kamu nggak bisa gendong. Senyumanmu aja udah berhasil bikin aku melayang..." 

Eaaa...! πŸŽ‰ πŸŽ‰ πŸŽ‰ 

***  

πŸ‡°πŸ‡· MY BOSSY Girlfriend (2019) πŸ‡°πŸ‡·
Menceritakan seorang pria Hwi-So (Ji Il-Joo) yang merupakan seorang mahasiswa jurusan teknik. Dia ini sebenarnya baik hati, tapi kayak agak cupu dan cuma bisa akrab dengan 2 sahabatnya aja. Hwi-So punya keahlian membuat robot, tapi dia belum pernah punya pacar sama sekali.

Suatu hari, Hye-Jin (Lee Elijah) tiba-tiba muncul di depannya karena kursi rodanya sulit dikendalikan. Dia adalah wanita difabel yang merupakan atlit panahan.  Orangnya itu kalau bicara sukanya ceplas-ceplos​​kepada semua orang. Kedua orang ini akhirnya terlibat hubungan romantis. 

πŸ‡°πŸ‡·DETAILSπŸ‡°πŸ‡·
Movie: My Bossy Girl
Sutradara: Lee Jang-Hee
Penulis Naskah: Lee Jang-Hee
Produser: Kim Do-Yeon
Rilis: 4 Desember 2019
Durasi: 100 min.
Genre: Romantic-Comedy / Drama
Language: Korean
Country: South Korea

πŸ‡°πŸ‡·PEMERANπŸ‡°πŸ‡·
Lee Elijah – Hye-Jin
Ji Il-Joo – Hwi-So
Heo Jeong-Min – Yong-Tae
Kim Ki-Doo – Chang-Kil
Lee Jini – Ha-Na
Ryoo Hye-Rin – Eun-Jung
Ko Gun-Han – Young-Chul

#Kmovie

Review Novel: Savanna dan Samudra

Opini Pribadi Tentang Novel

Savanna dan Samudra by Ken Terate

"Jangan menilai sebuah buku, hanya dari sampulnya."

Aku rasa quote yang sering berseliweran itu, cocok banget buat buku ini. Karena jujur saja aku merasa tertipu dengan sampulnya yang manis. Aku mengira ini cerita romance comedy ringan. Ternyata dark, walaupun banyak komedinya.

Bintang Savanna, mahasiswi yang tiba-tiba harus berhenti kuliah dan bekerja beberapa bulan setelah kematian ayahnya. Mendapatkan pekerjaan sebagai pelayan di sebuah kedai susu dan memiliki rekan kerja yang kata temannya mirip Reza Rahadian. => di sini aku mulai kehilangan fokus. Jangan-jangan kalau dibuat film, pemainnya bakalan "Reza lagi, Reza lagi deh. Hadeh..." πŸ˜‘

Alun Samudra, pelayan yang dibilang mirip Reza itu, lulusan SMK, yang norak, dan gaptek, sampai-sampai update Facebook saja nggak bisa. Tapi dia cowok yang lucu, dan selalu berhasil menceriakan suasana. Dia juga baik, tulus, dan apa adanya. 

Sava pikir hidupnya selama ini sempurna, dan kepergian ayahnya adalah awal petaka. Ternyata salah, dari awal dia tertipu, atau mungkin menutup mata. Keluarganya tak sempurna. Bahkan ternyata, yang selama tak mungkin dia ketahui, sejak awal pernikahan orang tuanya sudah merupakan awal petaka bagi ibunya. 

Berbeda dengan Alun, yang sejak awal sudah mengalami banyak ketidaksempurnaan dalam hidup, tapi dia menjalani semua dengan santainya. Mengikuti arus kehidupan yang membawanya ke mana pun. 

Ini sebenarnya berat banget, persoalan yang dihadapi Sava dan apa-apa yang pernah dialami Alun bukan perkara yang sederhana. Di novel-novel yang lain, mungkin bisa saja diolah menjadi drama sedih. Dengan pemilihan kata yang mendayu, alur yang diperlambat, atau cuaca dan suasana yang dibuat sehiperbola mungkin. Tapi entah kenapa novel ini sama sekali nggak bikin nangis. Malah lebih banyak ngakak. 

Mungkin karena tokohnya yang digambarkan apa adanya, bisa salah, dan punya kekurangan. Berbeda dengan kebanyakan tokoh utama yang digambarkan amat sangat baik, sehingga memicu simpati pembaca. 

Seperti Sava yang terkadang omongannya agak kasar, dan di beberapa cerita bisa terlihat kurang sopan, walaupun memang dalam kondisi terdesak. Juga soal Alun yang kayak bukan cowok baik-baik, karena sering ngomentarin sembarangan para tamu kedai bersama Koh Abeng. 

Pokoknya novel ini kompleks, bukan sekadar romantis biasa. Bisa dibilang dark, karena seluruh tokohnya punya sisi buruk. Bahkan yang paling nggak masuk akal sekalipun. 

Jadi buat suka kisah inspiratif, kisah religius, novel ini mungkin nggak rekomended. Buat yang anti kata-kata kasar dan umpatan, walaupun nggak banyak, tapi mungkin bisa bikin nggak nyaman. Tapi nggak seburuk novel "panas" kok. Masih dalam kategori aman untuk dibaca. 

Dari segi penuturan, menurut aku menarik sih. Bisa bikin betah baca sampai endingnya. Ambil jeda cuma karena beberapa kewajiban, bukan udah bosen. Sudah lama aku nggak kayak gini. Setiap naca novel maksimal cuma tiga sampai lima halaman, terus istirahat, dan lanjut besok lagi.

Terakhir, aku mau selipkan kutipan dari buku, yang entah bagaimana bikin aku langsung ngakak waktu dishare oleh Ainaya Kurniatulloh, "Banyak cowok yang dia anggap ganteng. Tapi bukan berarti apa pun. Sama seperti saat dia melihat mobil bagus. Oke, mobil itu bagus. Sudah. Oke, cowok itu ganteng. Sudah."

Jadi, ya, buku ini cukup Bagus dan Menarik. Tapi belum berhasil membuatku SUKA. Tapi lumayan buat hiburan. πŸ˜…

Saturday 1 February 2020

Surat Untuk Pemilik Senyum Terindah

#Event_Surat_KCLK

Kepada: Lelaki Pemilik Senyum Terindah 
Dari: Penggemar Nomor Satu Senyumanmu 

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. 

Lagi sibuk apa kamu hari ini? Sesibuk apapun kamu, jangan lupa tersenyum. Walau aku tak bisa melihatmu tersenyum. Namun, biarlah alam semesta mewakili hadirku dan menyampaikan senyumanmu padaku. 

Aku tahu kedengarannya gila, tetapi sejujurnya cintaku sungguh sederhana, sesederhana senyumanmu. Ya, aku mencintaimu karena terpesona pada senyumanmu. 

Kepergianku dulu, menyadarkanku akan banyak hal. Pria tampan di luar sana banyak, tetapi tidak ada yang mampu menggantikan manis senyummu. Pria baik di mana-mana ada, tetapi belum tentu senyumnya seindah milikmu. Pria yang cerdas juga tidak sedikit, tetapi lagi-lagi di mataku mereka tak mampu menghadirkan senyum yang lebih indah. 

Maafkan aku yang dulu pencemburu. Maafkan aku yang dulu memilih melepasmu dan melukai cinta kita. Aku terlalu takut kehilanganmu. Aku tidak sanggup membayangkan betapa hancur hatiku jika harus melihat dari dekat kamu memilih wanita lain. Terlebih aku selalu terngiang-ngiang ucapan seseorang, "Dia itu bukan lelaki sembarangan. Dia pasti akan memilih wanita yang sederajat."

Harus kuakui kita memang tidak sederajat. Walaupun kita sesama penyandang disabilitas, seperti yang dulu pernah kamu katakan, tetapi kondisimu masih lebih ringan. Kamu masih dapat berjalan menggunakan bantuan tongkat. Sedangkan aku, jangankan berjalan, berdiri pun aku tak sanggup. Kamu berpendidikan tinggi, sementara aku tidak pernah sekali pun mengenyam pendidikan formal. Kamu memiliki profesi yang membanggakan, sedangkan aku hanya pengangguran.

Sesungguhnya, aku rindu kenangan kita. Aku rindu bagaimana cara unikmu membuatku merasa sempurna. Aku rindu perjuangan sederhanamu untuk membuatku merasa istimewa.

Katakan padaku kamu juga rindu. Ungkapkan padaku kamu juga masih mencintaiku. Jelaskan padaku apabila kamu adalah lelaki yang berbeda, lelaki yang tidak memandang perempuan hanya dari segi strata pendidikan, profesi, dan kesempurnaan fisik semata. 

Baiklah.. Baiklah... Kalau kamu masih seperti dulu, tidak suka banyak bicara, tetapi seringkali tiba-tiba memberikan kejutan, aku akan menerimanya. Aku tidak akan lagi memaksamu seperti dulu. Aku akan belajar untuk lebih memahamimu. 

Oh, iya! Aku ingin kamu tahu, sebenarnya aku tak pernah keberatan dengan kesibukanmu. Aku bangga kok melihat kamu bisa membantu sesama dan melayani masyarakat. Teruskan kegiatan-kegiatan sosialmu. Aku akan selalu mendukungmu. Tidak mengapa kalau kamu tidak mampu melimpahkan perhatian, tak seperti kebanyakan pria terhadap kekasihnya. Aku rela mengalah, bila itu demi kepentingan lebih banyak pihak. 

Hanya saja, aku minta, tolong tegaslah bersikap pada wanita lain yang terpesona padamu. Katakan padanya bahwa kamu sudah punya satu pilihan. Yakinkanlah dia jika di luar sana masih banyak lelaki yang lebih tepat untuknya. Maafkan egoku, aku hanya ingin menjadi satu-satunya wanita yang kamu cintai. Aku ingin hatimu hanya untukku. 

Sebelum surat cinta ini aku akhiri, aku minta, doakan supaya aku bisa lebih dewasa dan selalu tegar. Mari kita berjuang sama-sama. Meski dari tempat yang berbeda. 

Tak perlu dibalas dengan surat juga, cukup dengan cinta dan kesetiaanmu. 

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. 

Pasuruan, 19 Januari 2020.