Monday 23 May 2016

Ungkapan Kasih untuk Pangeran Blangkon

https://scontent-sin1-1.xx.fbcdn.net/v/t1.0-9/fr/cp0/e15/q65/28143_575904522428392_1376099449_n.jpg?efg=eyJpIjoiYiJ9&oh=9764a67cf8cc0583f3ec29556f4b9ac0&oe=57C8FF55 




Kita bersua dalam nirwana maya
saling mengenal lewat untaian aksara
namun kasihmu terasa begitu nyata

Perhatianmu mengalir dalam sapa
bagaikan sebuah pelita
hadirkan kehangatan di relung jiwa

Ceriamu terlukis di setiap untaian kata
mengusir duka nestapa
hadirkan gelitik tawa

Ketulusanmu pada sesama
buatku jatuh terpesona
Lembut cara bertutur kata
buatmu tampak istimewa
Kesabaranmu menghadapi semua
belum kutemukan tandingannya

Untuk kakakku yang baik hati
semoga persaudaraan kita abadi
tak terpisah oleh jarak yang membatasi ....

 

Friday 20 May 2016

Berbincang dengan Bintang

 



Awalnya
Kusangka ia bak bintang
Bersinar terang
Jauh tak terpegang

Kemisteriusan sikapnya buatku penasaran
Ingin kuketuk pintu istananya
Mengajaknya berbincang dan bercanda ria sebagai kawan
Untuk menyelami dunianya

Namun, apalah daya
Semua sebatas angan belaka
Ada jarak membentang diantara kita
Hanya mampu bertukar rangkaian aksara
Berjumpa pun sekedar lewat suara

Kuucap syukur pada Yang Maha Kuasa
Atas anugerah mengenal bidadari sepertinya
Yang menurut sahabat dekatnya
Berparas  cantik bak bintang Korea

Perbincangan kami kan selalu jadi histori
Terasa begitu menghangatkan hati
Ternyata pun sangat menginspirasi

Aku di Pasuruan
Ia di Semarang
Semoga persahabatan kita tak terpisahkan
Walau beratus kilo jarak yang membentang ....

Tuesday 17 May 2016

Haiku tentang Pena dan Cerita Sederhana Dibaliknya

Haiku untuk Mia




Berteman kata
Curahkan peluh jiwa
Dipeluk malam 


Surya merona
 Pena mengukir asa
Di atas putih


Pelukan kata
Hangatkan dingin malam
Redakan tangis




***


Pena kesayangan, layak berjuluk demikian. Sudah bertahun-tahun aku mempertahankannya. Jika tintanya sudah habis, aku selalu membeli pena baru hanya untuk diambil dan “dioplos” isinya. Haha... becanda. Maksudku, hanya akan kuperbarui isinya. Wadahnya, tentu saja tetap yang ini.

Kala adikku bilang butuh pena pun, aku lebih memilih membelikan yang baru, dari pada meminjamkan yang ini. Terakhir, saat begitu terpaksa, aku memilih menukarkan isi di dalamnya saja. Kemudian aku membeli yang baru. Tentu saja, aku kembali cuma mengambil isinya.

Aku konyol? Memang. Namun kekonyolan ini bukan tanpa alasan.

Fanatik pada merk tertentu? Tidak juga. Walau aku setia, tetapi aku ini realistis. Jika ada yang katanya lebih baik, aku tak keberatan mencoba. Bila memang sungguh bagus, aku pun tak segan berpaling.

Suka sekali pada bentuknya? Hmm ... tidak juga. Biasa saja, menurutku.

Punya kenangan tersendiri? Iya, ini memang pemberian kedua adik laki-lakiku sebagai kado ulang tahun, entah yang keberapa, sayang sekali aku sudah lupa. Namun, bukan itulah alasanku yang sesungguhnya.

Tingginya yang sangat sesuailah yang menjadi alasan utamanya. Yups, karena tingginya ketika tutup dibalik dan diletakkan di bagian sebaliknya dari mata pena tersebut sangat cocok bila kugunakan untuk menulis. Sementara yang lain, sering terasa kurang panjang, sehingga tak nyaman kugunakan. Sebab, aku memang dianugerahi Tuhan dengan kondisi fisik yang unik dan berbeda. Proses menulisku tak hanya bergantung sepenuhnya pada tangan kanan, tetapi mesti bekerjasama dengan dagu pula.

Terima kasih pena kesayanganku, karena telah setia menemani hingga detik ini. Aku masih ingat, betapa sulitnya dulu kala menulis tanpa bantuanmu. Sejak ada kamu, menulis jadi lebih mudah dan nyaman.

Hadirmu, bagai sahabat terbaik untukku. Lewat kata, kucurahkan semua keluh kesahku. Lewat kata, kulampiaskan segala emosiku. Lewat kata, kuungkapkan rindu dan kasih yang terpendam. Lewat kata, kurangkai mimpi dan kukejar ambisi.

Karena kita sudah berteman lama, bagaimana jika kuberi kau nama? Bolehkah kupanggil kau, Mia? Lia dan Mia. Hehe ... kedengarannya lucu.