Haiku untuk Mia
Berteman kata
Curahkan peluh jiwa
Dipeluk malam
Surya merona
Pena mengukir asa
Di atas putih
Pelukan kata
Hangatkan dingin malam
Redakan tangis
***
Pena kesayangan, layak berjuluk demikian. Sudah
bertahun-tahun aku mempertahankannya. Jika tintanya sudah habis, aku selalu
membeli pena baru hanya untuk diambil dan “dioplos” isinya. Haha... becanda.
Maksudku, hanya akan kuperbarui isinya. Wadahnya, tentu saja tetap yang ini.
Kala adikku bilang butuh pena pun, aku lebih memilih
membelikan yang baru, dari pada meminjamkan yang ini. Terakhir, saat begitu
terpaksa, aku memilih menukarkan isi di dalamnya saja. Kemudian aku membeli
yang baru. Tentu saja, aku kembali cuma mengambil isinya.
Aku konyol? Memang. Namun kekonyolan ini bukan tanpa alasan.
Fanatik pada merk tertentu? Tidak juga. Walau aku setia,
tetapi aku ini realistis. Jika ada yang katanya lebih baik, aku tak keberatan
mencoba. Bila memang sungguh bagus, aku pun tak segan berpaling.
Suka sekali pada bentuknya? Hmm ... tidak juga. Biasa saja,
menurutku.
Punya kenangan tersendiri? Iya, ini memang pemberian kedua
adik laki-lakiku sebagai kado ulang tahun, entah yang keberapa, sayang sekali
aku sudah lupa. Namun, bukan itulah alasanku yang sesungguhnya.
Tingginya yang sangat sesuailah yang menjadi alasan
utamanya. Yups, karena tingginya ketika tutup dibalik dan diletakkan di bagian
sebaliknya dari mata pena tersebut sangat cocok bila kugunakan untuk menulis.
Sementara yang lain, sering terasa kurang panjang, sehingga tak nyaman
kugunakan. Sebab, aku memang dianugerahi Tuhan dengan kondisi fisik yang unik
dan berbeda. Proses menulisku tak hanya bergantung sepenuhnya pada tangan
kanan, tetapi mesti bekerjasama dengan dagu pula.
Terima kasih pena
kesayanganku, karena telah setia menemani hingga detik ini. Aku masih ingat,
betapa sulitnya dulu kala menulis tanpa bantuanmu. Sejak ada kamu, menulis jadi
lebih mudah dan nyaman.
Hadirmu, bagai sahabat
terbaik untukku. Lewat kata, kucurahkan semua keluh kesahku. Lewat kata, kulampiaskan
segala emosiku. Lewat kata, kuungkapkan rindu dan kasih yang terpendam. Lewat
kata, kurangkai mimpi dan kukejar ambisi.
Karena kita sudah
berteman lama, bagaimana jika kuberi kau nama? Bolehkah kupanggil kau, Mia? Lia
dan Mia. Hehe ... kedengarannya lucu.