Sunday 18 October 2020
Opini Pribadi Tentang Film Red Shoes and the Seven Dwarfs
Friday 16 October 2020
Review Film "Perfect World"
Wednesday 14 October 2020
Opini Pribadi Tentang Film "Ananta"
Monday 12 October 2020
Review Novel Ananta Prahadi
Opini Pribadi Tentang Novel "Ananta Prahadi"
Sahabatku pernah merekomendasikan sebuah film, judulnya "Ananta". Seingatku waktu itu aku sedang patah hati, jadi aku mengabaikannya. Aku sedang menghindari drama romantis di saat-saat seperti itu.
Sampai akhirnya beberapa bulan kemudian, bahkan mungkin hampir setahun berlalu, seorang adik mengatakan bahwa ada versi novelnya, dan yang mengejutkan bagiku adalah karena ditulis oleh Risa Sarasvati. Yup, penulis yang sangat terkenal dengan novel-novel horror. Sebut saja "Asih", "Danur", "Peter", dan lain sebagainya.
Sebenarnya aku udah lama kenal, karena adik sepupuku punya beberapa koleksi. Tapi aku nggak berani baca. Entahlah... Padahal di rumah sendirian berani, diajakin nonton horor juga nggak teriak atau langsung meluk orang di sampingnya. Nggak jelas emang. Pokoknya takut aja 😅
Back to novel.
Sejujurnya, aku kurang suka dengan tulisannya yang terkesan kurang rapi. Seperti huruf hidup yang pemakaiannya berlebihan, jadi kayak chatting dengan anak alay. Walaupun katanya sih, itu strategi biar chattingnya nggak berasa jutek.
Contohnya: "Iyaaa"
Juga tentang penggunaan 3 tanda seru. Padahal, seingatku menurut teori menulis yang pernah aku dapatkan dari berbagai kelas kepenulisan di Facebook dan Whatsapp, pakai 1 aja cukup. Nggak usah banyak-banyak. Mubadzir...
Contohnya: "Tania, bangun!!!"
Pantesan adik sepupuku selalu bilang, "Asal ceritamu bagus, teori menulis itu nggak terlalu penting."
Mungkin karena bacaannya Risa Sarasvati semua. Sehingga aku mulai curiga, jangan-jangan semua buku Risa seperti ini penulisannya...
Yaudah, nggak masalah... Setiap orang itu berbeda dan punya keunikan masing-masing, termasuk tentang penulis. Tapi secara pribadi aku lebih suka yang tulisannya rapi dan nggak bikin sakit mata.
Terus, kenapa diteruskan kalau nggak nyaman sama tulisannya? Karena aku penasaran dengan alasan sahabatku suka sama novel ini.
Setidaknya novel ini jalan ceritanya unik, walaupun di pertengahan aku sudah bisa menebak bagaimana endingnya, dan sudah pasti hasilnya benar. Karakter tokohnya juga nggak biasa.
Jadi nggak semembosankan Drama Korea berjudul "Unforgettable", yang juga aku paksa-paksa diri sendiri buat nonton karena direkomendasikan oleh sahabatku.
Di Goodreads banyak yang bilang kalau novel ini bikin nangis, sedih, feelnya dapat banget. Tapi entah kenapa aku merasa biasa aja.
Bahkan menurut aku terkesan nggak realistis. Di bagian Pierre. Laki-laki baik, tampan khas pria Eropa, dan memiliki kesabaran seluas angkasa. Dengan sikap Tania yang seaneh itu, aku merasa janggal dia bisa mendapatkan laki-laki sedemikian sempurna.
Ya, memang sih di dunia nyata banyak wanita emosional yang kemudian dicintai oleh laki-laki sabar dan pengertian. Tapi biasanya laki-lakinya pasti punya kekurangan... Misalnya saja kurang ganteng, nggak kaya, kurang cerdas, dan lain sebagainya.
Menurutku malah lebih masuk akal kalau endingnya nggak seperti itu. Dan, seharusnya ada sedikit saja kekurangan Pierre, biar terkesan lebih nyata.
Suka, menarik, atau bagus? Menarik. Tapi kurang suka, dan menurutku kurang bagus.
Aku juga nggak suka endingnya. Klise. Kenapa sih seseorang yang punya penyakit, selalu menghindari orang yang dicintainya? Kenapa nggak sesekali ada cerita di mana si sakit berusaha untuk mengukir kenangan indah bersama-sama.
Ya, mungkin karena aku terlalu terpengaruh oleh Anime "Your Lie in April" dan "I Want to Eat Your Pancreas". Masalah selera aja sih. Selera orang kan beda-beda dan bukan berarti yang kita nggak suka itu buruk ...