Friday 6 May 2022

Kenangan Tugas ke 3 Aku Mampu Menulis Content

 Pijar Inspirasi dari Pemuda Madiun

Penulis: Amalia Wardhani

Jujur saja setiap Ramadhan tiba, penulis selalu merasa sedih. Karena tidak dapat melaksanakan sholat tarawih berjamaah seperti kebanyakan umat muslim yang lainnya, sebab penulis tidak dapat melangkahkan sepasang kakinya menuju masjid. Tidak ada buka bersama dengan para alumni teman-teman sekelas di sekolah, karena penulis tidak pernah mengenyam pendidikan formal. Pun tidak mampu membantu ibunya memasak untuk sahur dan berbuka, karena kondisi fisiknya.

Cerebral palsy, begitulah yang dikatakan oleh Eka Prastama Widiyanta, seorang aktivis disabilitas yang kini telah menjadi salah satu anggota Komisi Nasional Disabilitas (KND). Analisa tersebut dikatakan Eka saat pertama kali berkenalan dengan sang penulis di rumahnya, pada 23 Januari 2014. Sejak itulah sang penulis mulai mencari tahu segala hal tentang Cerebral Palsy melalui pencarian Google. Dari yang dipahami oleh penulis, Cerebral palsy atau lumpuh otak adalah suatu kelainan pada gerakan, otot, atau postur tubuh. Biasanya disebabkan oleh perkembangan otak yang tidak normal, sering kali terjadi sebelum kelahirannya.

Setelah bergabung dengan Komunitas Difabel Bangkit (KDB), penulis akhirnya bisa sedikit mengurangi kesedihan yang dirasakannya. Sebab dia bukan satu-satunya penyandang disabilitas Cerebral Palsy yang juga tidak dapat melakukan aktivitas di bulan Ramadhan ini seperti kebanyakan umat muslim yang lainnya.

Sebut saja Mahfud Asrofi. Lelaki yang berasal dari Madiun, Jawa Timur, ini juga mengalami Cerebral Palsy. Kondisi tersebut mengharuskannya untuk berbesar hati menerima kenyataan bahwa dia tidak dapat melakukan aktivitas di bulan Ramadhan ini seperti kebanyakan umat muslim yang lainnya.

Bahkan selain mampu berbesar hati menerima keadaannya sendiri, yang juga tidak mampu ikut sholat tarawih berjamaah, tadarus bersama di mushola, dan sholat idul Fitri di Masjid. Dia bahkan bisa memberikan saran yang mampu menguatkan sang penulis, "Tetap semangat lakukan yang terbaik yang bisa dilakukan. Jangan muluk-muluk pikirannya. Tidak harus semuanya itu sama seperti mereka yang non disabilitas, tak apa-apa jika satu atau dua hal tidak bisa sama."

Masih menurut dia, masih ada kegiatan lain yang juga bisa kita lakukan sebagai disabilitas yang tidak bisa ke mana-mana ini. Seperti sholat tarawih, sholat dhuha, sholat sunah qobliyah, tadarus Al-Qur'an, dan tidur siang yang cukup. Sesuai dengan apa yang pernah penulis dengar juga dari ustaznya sewaktu masih di TPQ dulu, bahwa selama tidak berlebihan, tidur siang di bulan Ramadhan juga bernilai ibadah.

Untuk mensiasati kesedihan karena tidak bisa bertadarus bersama-sama di mushola seperti yang lainnya, dia menyarankan untuk melakukan pembacaan Al-Qur'an sendiri di rumah masing-masing. Dia juga memberikan wejangan, sebisa mungkin targetkan 1 bulan bisa khatam 1 kali.

Sedangkan untuk sholat tarawih berjamaah, dapat digantikan dengan mengerjakan sholat tarawih sendiri di rumah. Ambillah yang jumlah raka'at sesuai kemampuan masing-masing saja. Tidak perlu memberatkan diri sendiri, dengan raka'at yang sebanyak-banyaknya seperti di mushola atau masjid. Karena yang terpenting adalah kekhusyu'an dan ketulusan niat kita.

Tak dapat dipungkiri, setiap manusia pasti memiliki rasa iri kalau tidak bisa sama seperti yang lainnya, tak terkecuali para disabilitas seperti kita. Namun menurut Mahfud, kita yang sudah sedari kecil disabilitas semestinya sudah mampu mengendalikan bagaimana keinginan kita, supaya tidak terus menjadi iri yang berkepanjangan.

Dukungan keluarga dan orang-orang di sekitarnya juga mempengaruhi bagaimana Mahfud bisa menjadi seperti sekarang, yaitu tidak lagi merasa sedih karena berbeda dalam menjalani aktivitas di bulan Ramadhan. Keluarga memberikannya kegiatan yang positif, seperti menjaga warung, dan memberikan kesempatan untuk belajar berjualan secara mandiri. Sehingga dia memiliki kesibukan, dan tidak terhanyut dalam pikiran-pikirannya sendiri.

Mahfud juga menuturkan bahwa, tidak ada yang berubah dengan kegiatannya sebelum dan sesudah memasuki bulan suci Ramadhan, dia masih tetap konsisten menjaga warung dan berjualan pulsa seperti biasanya. Hanya menambahkan satu jenis jualan yang sebelumnya tidak ada di bulan yang lain, yaitu kembang api. Diharapkan kehadiran kembang api ini dapat memeriahkan bulan Ramadhan dan menghibur anak-anak kecil di sekitar lokasi rumahnya.

Harapannya tidaklah muluk-muluk, "Semoga semakin baik ibadahnya, lebih bisa menghargai waktu lagi, dan mendapatkan berkah pada malam Lailatul Qadar."