Aku terbangun setelah tidur 3 jam. Anehnya, masih tercium sisa aroma bunga samar di hidungku — entah dari mana. Sepaket dengan rasa bersalah yang terasa menyesakkan dada.
Mimpi yang baru saja kualami masih terbayang jelas di benakku ...
***
"Nanti kalau ada pemuda bertubuh kekar tapi pakai almamater kampus, jangan takut ya? Dia itu salah satu mahasiswa KKN yang sedang numpang menginap di sini." Teringat pesan sang pemilik rumah sebelum meninggalkan aku. "Katanya mau pulang duluan."
Saat ini aku berada di rumah saudara, di sebuah desa terpencil. Aku sedang menikmati makan siang, di dekat dapur sederhana. Semua orang pergi jalan-jalan keliling desa, hanya aku yang ditinggal sendirian.
Tidak mengherankan karena rumah warisan leluhur ini memang cukup luas, dengan beberapa kamar. Mungkin karena orang zaman dulu rata-rata memiliki banyak anak, sehingga kamar-kamar pun ada banyak.
Sebagai jawaban aku hanya mengangguk, karena mulutku penuh dengan makanan, dan sedang repot mengunyah.
Tiba-tiba pintu yang tadi tertutup terbuka dengan pelan, seorang pria berwajah tampan menyembulkan kepalanya. Mungkin itu salah satu Mahasiswa KKN yang dimaksud. Rupanya dia sudah pulang. Dia tersenyum dengan ramah.
Tapi aku merasa wajahnya tidak asing. Setelah beberapa saat berpikir aku mengenalinya sebagai kekasih sahabatku, namanya Roger.
Roger, adalah sosok yang bahkan selama ini tidak pernah menjadi perhatianku. Sering mendapat tuduhan nggak masuk akal ketika beramah-tamah dengan lelaki, membuatku trauma, dan lebih berhati-hati. Jangankan untuk berinteraksi, sekedar menatap ke arah sosoknya aku tak berani.
Tapi sekarang aku terlanjur memandangnya. Senyumnya ramah, aku balas sekilas, kemudian pandangan kualihkan ke arah makanan yang ada di pangkuan. Tapi aku terlanjur menangkap bayangan tentang tubuhnya yang besar dan berotot, seperti tokoh film laga. Entah bagaimana sosok seperti itu tiba-tiba muncul di dunia nyata, bahkan sekitar semeter ada di dekatku.
“Sendirian?” tanyanya, suaranya dalam tapi terdengar lembut.
Aku mengangguk kikuk. “Iya… yang lain lagi jalan-jalan keliling desa.”
Tanpa bicara banyak, dia masuk sebentar ke kamarnya, lalu keluar lagi sambil membawa sebotol parfum. Tiba-tiba aku melihatnya berjalan menuju ke belakang punggungku.
Satu semprotan, dua semprotan — ssstt, sssstt! Aroma wangi menyeruak ke udara… dari arah punggungku. “Eh! Emangnya aku bau, ya?!” seruku spontan, separuh tersinggung.
Kemudian Roger duduk di hadapanku, lantas tertawa kecil, matanya menyipit ramah. “Enggak. Cuma kemarin aku menang lomba 17-an hadiahnya parfum buat cewek. Aku cobain semprot ke kamu, ternyata wanginya cocok.”
Aku diam. Mau marah tapi takut.
Tubuhnya besar sekali. Aku memang selalu takut sama pria berotot — entah kenapa mereka tampak seperti bisa menghancurkan apa pun.
Tapi Roger tidak menakutkan, malah senyumannya terlihat memberikan ketenangan.
Tiba-tiba, tanpa peringatan, dia mengacak-acak rambutku. Lembut. Tapi cukup membuat dadaku berdesir halus.
Aku menelan ludah, mencoba mundur selangkah. Dan tiba-tiba… wajah Ayunda muncul di pikiranku.
Aku membatin, “Ayunda, maafin aku. Aku nggak maksud ganggu pacar kamu. Aku cuma nggak berani melawan.”
Ya Allah, selamatkan aku dari situasi ini....
***
Kupandangi layar ponselku, grup "Fans COC" mulai membahas tentang live-nya Shawn dan Satya. Aku ingat sebelum tidur siang sempat mengabarkan, "Shawn live with Satya jam 12 siang WIB. Siapa tahu ada yang kangen."
Ternyata saat aku sudah mematikan internet, Ayunda menjawab, "Sebenarnya aku malah kangen Roger."
Aku pun membuat pengakuan dosa, “Aku malah mimpiin Roger.... Maafkan aku, Ayunda.”
Pesan terkirim, dan tak lama kemudian Ayunda menanggapi dengan emoji tertawa.
Aku tersenyum sendiri. Bahkan dalam mimpi pun aku harus berperan sebagai tokoh jahat yang merebut kekasih orang. Hahaha ...
Sebelum tiba-tiba aku terpikirkan sesuatu. "Apakah ini juga bagian dari karma?"
Mungkinkah ini berakar dari curhat semalam, yang malah berujung pada mimpi yang aneh. Memimpikan pria tampan, bertubuh kekar, dan berusia sepuluh tahun lebih muda. Tapi rasa yang tertinggal ketika aku terbangun adalah .... seakan menghianati sahabatku sendiri.
***
Malam sebelumnya aku curhat pada seorang kakak yang aku kenal di dunia maya, anggap saja namanya Kak Binar. Karena pembawaannya yang ramah secerah sinar mentari.
Aku bercerita kalau adikku akhirnya lulus wisuda kuliahnya. Kemudian berlanjut membahas keputusan konyol menerima Bahri, karena berharap dia bakal jadi sosok kakak ipar yang baik untuk adikku. Karena dia terlihat sebagai sosok yang peduli terhadap pendidikan.
Tapi dampaknya aku malah dimusuhi sama fans-fansnya Bahri. Teman-teman disabilitas juga malah menyalahkanku. Menuduhku yang mengejar-ngejar Bahri, dan bahkan rebutan Bahri dengan Tamara, salah satu anggota perempuan di komunitas tersebut.
Aku kemudian cerita kalau aku memang sering dapat tuduhan aneh. Salah satunya tuduhan ingin menikung Martono, cowok yang dulu aku kenal sebagai gebetannya Cantik. Padahal aku sudah menganggap Cantik itu sebagai adik, seandainya pun aku suka Martono, aku rela mengalah.
Awalnya, obrolan mengalir begitu saja. Hingga Kak Binar tiba-tiba bilang, “Eh, aku malah berharap kamu berjodoh sama Martono, karena karakternya baik.”
Aku cuma ketawa. Aku sama sekali nggak tertarik sama cowok itu. Bahkan seingatku, aku sering debat sama Martono. Karena selain kita sering berbeda pendapat, kadang aku sengaja memicu keributan, agar tidak dikira termasuk deretan fansnya. Soalnya waktu itu aku hater Martono. Hehehe....
Aku membatin, "Aku memang sempat mengaguminya karena pintar. Tapi nggak semua cowok pintar membuatku jatuh hati. Buktinya di COC season 2, yang aku kagumi sebagai sosok lelaki idaman hanya satu."
Lalu di hari berikutnya, pada saat tidur siang, entah kenapa mimpi aneh seperti itu datang. Memimpikan peserta Clash of Champions yang lain, bukan yang selama ini sering aku ceritakan pada teman-temanku, dan bukan yang selama ini mengisi galeri ponselku.
Mungkin ini hanya sebatas bunga tidur, karena aku terlalu dihantui oleh ketakutan disalahpahami. Sehingga menjelma menjadi "hantu" dalam mimpi.
Selesai.
No comments:
Post a Comment