"Kalau karma beneran ada, dan kamu beneran sehebat itu bisa mendatangkan karma, semoga ini udah lunas ya, Kak? Udah dong Kak, cukup. Hehehe...."
Dulu ada seorang teman yang selalu mengingatkan, "Hati-hati lho, Kak, ntar kena karma!" atau, "Hati-hati nanti kemakan omongan sendiri." Dan sejenisnya itulah. Tapi aku yang terlanjur emosi, menganggap kata-katanya hanya angin lalu. Sehingga aku tetap berbicara sembarangan.
Waktu itu aku sedang dituduh suka (bahkan niat merebut) seseorang, walaupun kenyataannya tuduhan itu tidak benar, tapi mungkin aku melakukan kesalahan dalam memberikan konfirmasi. Mungkin aku terlalu banyak berbicara, dan tidak hati-hati dengan kata-kata yang aku pilih.
Aku ingat pernah bilang, "Aku jarang suka cowok seumuran." Lalu beberapa tahun kemudian, muncul acara kompetisi kecerdasan antar mahasiswa yang viral. Tiba-tiba saja sebuah potongan adegan dari kompetisi tersebut mampir ke beranda Instagram-ku. Berawal dari menonton satu video, kemudian video-video berikutnya, sampai pada akhirnya menonton sebuah podcast yang bintang tamunya mereka.
Kemudian salah satu dari bintang di kompetisi tersebut, yang tingkahnya lucu tapi pemikirannya dewasa memikat perhatianku. Hingga kemudian aku curhat ke adik online, "Sandy ini tipe idamanku banget!"
Rasanya kejadian itu tiba-tiba berputar lagi di pikiranku, "Katanya nggak suka seumuran? Kenapa tiba-tiba suka yang sepuluh tahun lebih muda?"
Sudah begitu rasanya Sandy saja tidak cukup! Tiba-tiba salting pas lihat live TikTok-nya Axel. Tiba-tiba merasa nyaman waktu mendengar Kadit bernyanyi atau berbicara, entah di kontennya atau saat live.
Tapi waktu itu aku masih berpikir, mungkin aku kayak gitu karena mengagumi karakter mereka. Aku suka Kadit, karena karakter cowok alim yang masih mau bergaul. Aku suka Sandy, karena perfeksionis dan mau berusaha keras dalam hal belajar dan bekerja. Aku suka Axel, karena perhatian sama semua orang. Aku paling kagum waktu lihat dia membagikan makanan yang dia dapat dari fansnya ke kakak-kakak ruangguru. Sama waktu dia memegangkan kipas elektrik ke manajer mereka waktu konser.
Tapi begitu COC hadir dengan season 2, aku merasa lebih parah sih. Karena secara tiba-tiba aku merasa sedih Shawn tereliminasi. Aku merasa itu berarti aku tidak bisa melihat dia lagi di kompetisi tersebut. Kemudian aku jadi impulsif mencari semua video yang ada dianya. Tapi semakin banyak aku mencari, malah keterusan. Jadi pengen liat diaaa terusss.
Tiba-tiba aku seolah lupa pada kata-kata yang dulu pernah aku ucapkan sendiri, "Aku nggak gampang suka sama cowok ganteng." karena ya, biasanya memang seperti itu. Aku cenderung mengagumi seseorang karena karakternya, kalau kebetulan orang yang karakternya menarik itu adalah cowok ganteng bagi aku itu semacam bonusnya saja.
Aku dan teman-temanku membuat sebuah grup di mana kami membicarakan tentang kompetisi ini. Waktu aku bilang ke teman-teman pilih Shawn sebagai bias, sebenarnya aku belum kepikiran alasannya. Terus aku baru cari-cari dan mikir-mikir alasannya setelah adik online tanyakan padaku kenapa tentang Shawn tidak dikasih tahu alasannya, sementara yang lain alasannya komplit sekali.
Sebagai contoh, pilih Gwen karena selain pintar dan cantik dia memiliki keunikan, sebagai mantan atlet sepak bola wanita. Pilih Max, karena aku tertarik dengan ilmu psikologi. Pilih Theodora, karena pernah berkeinginan jadi atlet catur wanita. Pilih Vania, karena dia berhasil menerbitkan satu buku, sehingga sebagai seseorang yang juga suka menulis aku merasa terwakili. Kemudian pilih Luthfi, karena dia pintar, lucu, dan religius.
Ya, walaupun pada akhirnya setelah dipikir-pikir aku tetap menemukan alasan baik kenapa aku memilihnya sebagai bias. Dia pintar, dia setia kawan, dia penyayang kucing, dan dia sangat mengapresiasi dukungan para fans untuknya. Dia memperlakukan para fans seperti sahabat.
Aku setuju sih bahwa ganteng atau tidaknya seseorang, itu sebenarnya sesuatu yang subjektif. Jadi mungkin tidak semua orang bakal setuju kalau Shawn ganteng.
Tapi secara pribadi, bahkan tanpa dikatakan sekalipun, sudah jelas-jelas aku menganggap dia ganteng. Tidak mungkin aku tidak menganggap dia ganteng, sementara aku pengen lihat dia terus. Kalau aku menganggap dia tidak ganteng, untuk apa aku berkeinginan melihatnya terus? Akan terdengar sangat munafik kalau aku bilang dia tidak ganteng, tapi aku pengen lihat terus. Kan aneh.
Jadi setiap kali aku membaca komentar netizen memuji wajah Shawn, bukannya aku bangga. Aku malah merasa tertampar. Rasanya kata-kata temanku seperti berputar-putar, "Katanya nggak gampang suka sama cowok ganteng, Kak? Tuh kan! Kemakan omongan sendiri. Dibilangin juga..."
Ini harus jadi peringatan keras buat aku pribadi, besok lagi kalau mendapatkan tuduhan yang tidak sesuai fakta, cukup jawab dengan santai, "Aku menganggap dia sebagai teman dan tidak pernah bermaksud merebut dari siapapun." Kalau kemudian tidak dipercaya, ya sudah! Tidak perlu berbicara emosional, apalagi memberi klaim tidak masuk akal.
Hanya karena waktu itu tidak tertarik padanya, bukan berarti tidak suka semua cowok ganteng. Mungkin memang seperti kata-kata orang di sosmed, "Aku memang bukan target marketnya cowok itu saja."
No comments:
Post a Comment