Friday 23 September 2016

Tips Melewati Masa Kehamilan dan Parenting ala Kakak dari Rumah Biru



Obrolan dengan seorang kakak yang saya kenal dari rumah biru itu masih terkenang, walau sudah cukup lama berlalu. Saya yang sejak menginjak usia dua puluhan bercita-cita untuk menikah di usia muda, berusaha memanfaatkan kesempatan itu untuk bertanya banyak hal tentang pernikahan dan rumah tangga, berdasarkan pengalamannya. Betapa beruntungnya saya, karena dia pun begitu bersemangat berbagi pengalamannya.


Ini foto anaknya


Pertanyaan yang saya ajukan memang tidak berurutan dari satu pertanyaan ke pertanyaan berikutnya kala itu, tetapi supaya enak dibaca maka saya akan menuliskannya secara berurutan.

Tips pertama: Menjaga Mood Positive Saat Masa Kehamilan.

Saya bertanya, “Mbak, kan saya pernah baca novel, di situ si tokoh utama wanita yang dulunya digambarkan sebagai pribadi yang dewasa dan selalu berpikir logis, tiba-tiba bisa berubah jadi kekanakan, lebay, dan drama queen begitu ketika masa kehamilan. Nah, ternyata menurut artikel yang pernah saya baca hal itu disebabkan pengaruh hormonal. Mbak juga pernah merasakan begitukah?  Bisa disiasati atau bahkan diatasi tidak? Terus bagaimana cara mengatasinya?”

“Iya, benar sekali Lia. Saya pernah mengalaminya. Waktu itu saya sedang hamil besar, duduk di dapur, selepas dari pergi ke kamar mandi. Tiba-tiba di tengah keheningan malam saya merasa kese
pian. Mendadak air mata berjatuhan tanpa bisa ditahan. Menangisnya lama sekali. Sampai kemudian saya sadar. Merasa heran sendiri, kenapa bisa menangis begini. Lalu saya merenung dan berpikir lagi, saya tak boleh terus seperti ini,” jawabnya dengan antusias.

“Jadi intinya, untuk mengatasi semua itu, kita sendiri yang harus menyadari dan berusaha mengendalikan pikiran kita sendiri?”

“Tepat sekali Lia!”

“Mungkin, sama kali ya, dengan pengalaman saya sewaktu sedang datang bulan.” Saya menyahut dengan sok tahu. “Awal-awal mengalami datang bulan saya sering sekali bertengkar dan berselisih paham dengan semua anggota keluarga. Tetapi akhir-akhir ini jika saya merasa mudah tersinggung, gampang kecewa, dan galau tidak jelas saya langsung menyadari itu pasti pengaruh hormonal karena saya sedang datang bulan, jadi saya kemudian berpikir sebaiknya tidak menuruti perasaan tersebut dan berusaha tetap berpikir positif.”

Nah, nah, nah ... sekarang jadi tidak jelas siapa yang diwawancara dan siapa yang mewawancara. Haha ... mungkin saya memang tak berbakat jadi jurnalis.

“Ya, itulah Lia. Kita harus menyadari dan tidak menuruti perasaan negatif tersebut.”

“Ohh... oke, akan saya catat baik-baik.” Halah, gombal. Tidak bawa buku dan pena padahal. Haha ...

“Tambahan nih, Li, sejak hamil saya sering mengajak anak saya berbincang dan membacakan surat-surat pendek.”

“Oke, yang ni juga akan saya catat,” sahut saya dengan antusias.

“Satu lagi Li, kita harus kuat mental dan tetap tegar apapun yang terjadi. Saya pernah mengalami betapa sakitnya diremehkan oleh keluarga sendiri. Ada seseorang yang dengan teganya bilang begini, ‘mengurus diri sendiri saja kesulitan, bagaimana mau mengurus anak nantinya.’ Tetapi saya mencoba tetap yakin, jika Allah mempercayakan saya untuk memiliki anak, Dia menganggap saya mampu dan saya pasti mampu.”

Tips kedua: Mengasuh si Peri Kecil Ditengah Keterbatasan

“Oh iya! Sebagai pnyandang disabilitas ada kesulitan tidak dalam mengasuh anak, Mbak?”

“Alhamdulillah tidak ada. Dia itu anak yang penurut jadi tidak terlalu banyak kesulitan. Saya dan suami biasanya saling bantu membantu dalam mengasuhnya. Misalnya saja sekarang, waktu sore-sore begini suami saya seringkali mengajak buah hati kami jalan-jalan. Saya juga sering sekali mengajaknya berbincang, ‘Nak, jadilah anak yang baik dan penurut ya ...’ Saat siang hari, ketika kami hanya berdua saja saya sering menyeret tempat tidurnya  ke dapur dan saya ajak dia berbincang sambil memasak.”

Sebenarnya saya masih ingin bertanya banyak hal, tetapi sayang sekali kala itu adik-adik saya sedang ribut, dan sebagai kakak saya harus mendamaikan. Sehingga saya pun terpaksa mengakhiri perbincangan kita via telepon tersebut.  Tetapi saya sudah cukup mendapatkan banyak ilmu dari pengalamannya yang bersedia dia bagi dengan cuma-cuma. Saya semakin yakin bahwa mimpi saya tidaklah salah.

No comments:

Post a Comment