Tuesday, 23 September 2025

Faktor Umur atau Jatuh Cinta?

 

Beberapa malam yang lalu, aku menyiapkan pisang kukus di kamar, niatnya buat cemilan nulis malem-malem. Tapi malah ketiduran 😭😭😭

Jadi, awalnya nonton rekaman live Maul. Soalnya di thumbnail-nya kelihatannya ada Kadit. Kadit-nya belum nongol, aku ketiduran.

Padahal pagi sampe siang udah ketiduran. Siang menjelang sore juga ketiduran, meski sebentar...

Apakah ini faktor umur? 😅

Tiba-tiba menemukan artikel, mendengar suara orang yang dicintai membuat kita mudah mengantuk. Masa jatuh cinta sama Maul dari Clash of Champions season 2?

Selain itu, aku juga pernah ngantuk waktu nonton podcast Reymond Chin. Apa itu artinya jatuh cinta sama Reymond juga? 🤣🤣🤣

Tapi beberapa hari yang lalu, gara-gara tidur siang, pernah mimpiin Shawn, kelihatan nggak secakep di video-video yang aku simpan. Anehnya, dalam mimpi itu aku tetap memandang Shawn dengan penuh kasih sayang.

Jadi sebenarnya aku jatuh cinta sama Maul, Reymond, atau Shawn? Atau malah tiga-tiganya sekaligus?

Atau mungkin aku salah mengerti maksud artikelnya? 🤦🏻‍♀️


Dikira Ngatain

  🙈

Pada suatu sore, waktu lagi ngetik novel tiba-tiba aku merasa tempat tidurku seperti berguncang. Aku pun panik dan mengira ada gempa. Jadi aku panggil-panggil adikku.

“Sal, Sal, ada gempa ya?”

Tapi jawabannya malah bikin aku tersinggung!

“Bego, Mbak!”

“Heh, sialan ngatain aku!”

“Astagfirullah! Bukannya ngatain. Maksudnya ada bego lewat.”

Aku pun loading lama...

Rumahku dekat sungai, dan kalau musim hujan sering terjadi banjir. Sehingga seringkali ada proyek pengerukan tanah sungai demi mengurangi frekuensi banjir.

Pengerukan dilakukan dengan alat berat, yang entah mengapa oleh warga sini dinamai “Bego”. Aku pun nggak mengerti asal muasal nama itu dari mana.

“Oalah gitu ternyata.” 😅

Intinya setiap kali alat berat itu lewat di jalanan desa, tanah di sekitarnya akan terasa berguncang. Rasanya seperti ada gempa.


Wallpaper Si Doi

 


🤭

Karena setahun belakangan ini nggak kontak intensif dengan cowok, aku santai aja pas adek pinjam hape. Tapi tiba-tiba dia kepo, “Wallpaper-nya kenapa Shawn?”

Seketika aku nge-freeze. Bingung jawab apa.

Kami sebenarnya sama-sama menonton acara Clash of Champions season 2, tapi mungkin dia heran, biasanya yang aku bahas cast lain atau fokus ke tantangan yang ada.

Padahal sebenarnya alasannya sederhana, entah kenapa aku pengen lihat Shawn terusss. Terutama kalau dia sedang tersenyum atau tertawa. Makanya aku sering screenshot video waktu dia senyum atau ketawa, terus aku jadiin wallpaper.

Tapi, itu di luar kebiasaan aku!!! 🙈

Biasanya aku suka cowok karena karakternya. Misalnya, aku bilang sama adik, aku suka salah satu cast di season 1 karena selain pintar, orangnya religius tapi masih bisa gaul. Atau pernah bilang ke temen, aku suka salah satu aktor Indonesia, karena walaupun sudah terkenal masih mau kuliah dan suka baca buku.

Intinya fisik bukan penilaian awal, kalau kebetulan cakep, berarti bonus.

Tapi Shawn, justru membalik semuanya. Aku yang awalnya nontonin semua video-video dia. Mulai dari konten di Ruang Guru, live dia di TikTok, dan vlog-nya di YouTube. Cuma dengan motivasi pengen lihat senyumnya terusss. Justru makin terpesona pas tau karakternya kayak gimana.

Jadi alasan kenapa wallpapernya Shawn, ya karena aku sukaaaa ❤️🍁


Asbun Soal Romance

 

Download series anime romance full episode, tapi baru ditonton setengahnya. Download series drama Korea, tapi baru episode pertama aja, udah males duluan.

Soalnya ngerasa udah ketebak.

Kalau anime pasti ceweknya yang lebih aktif memulai duluan, lebih banyak berkorban, dan lebih-lebih lainnya. Apa karena di Jepang cowok biasanya kalem dan pasif? Atau, karena anime memang disetting buat menyenangkan cowok-cowok?

Sementara kalau K-Drama romance pasti sebaliknya. Tokoh utama cowok yang lebih banyak berkorban dan mengupayakan cinta.

Pernah baca sebuah artikel katanya karena di Korea aslinya cowok-cowok justru nggak sebaik itu, makanya dibuatlah film untuk membuat bahagia cewek-cewek. Apakah demikian? Entahlah, aku belum pernah ke sana 😅✌🏻

Padahal tulisan kamu romance loh, Mel? Ya, soalnya aku merasa lebih berani nulis genre itu aja. Kalau mau nulis politik, kan aku nggak punya background pendidikan ya... Takutnya entar dibilang sok tahu.

Jadi yang kayak gitu mendingan sekedar bahan debat keluarga dan asbunku aja. Karena kalau nulis butuh riset panjang dan tanggung jawab yang lebih besar.

Tapi aku pasti nonton kok, Cuma ya nunggu mood aja. 😉


Karma Brondong

 😅✌🏻

Aku memutuskan untuk menghindari semua kontak dengan cowok, karena nggak mau bikin mereka risih dan nggak nyaman. Seperti seseorang (yang aku sebutkan di status curhatanku sebelumnya) ....

Bahkan, nggak tahu kenapa, aku malah jadi kepikiran ke mana-mana. Termasuk mempertanyakan, “Apakah aku jelek banget? Sampai dia nggak mau sama aku?”

Tiba-tiba pas scroll TikTok ketemu live Kadit, yang dengan tingkah lucunya, nyanyi-nyanyi lagunya Juicy Luicy. Setiap live dia juga kasih saran-saran yang bijaksana. Ternyata, Kadit itu juara tiga-nya Clash of Champions season 1.

Semua tentang Kadit seketika membuat aku melupakannya. Tiba-tiba saja Kadit bikin aku jadi lebih sibuk buat cari tahu tentangnya, dan ngikutin semua kontennya.

Karena walaupun sering disarankan teman-teman untuk cuek dan nggak memikirkannya, aku tetap aja kepikiran. Jadi sejak kenal Kadit, nggak perlu lagi berusaha untuk cuek, karena secara otomatis udah teralihkan. Secara otomatis semua pusat perhatianku ke Kaditya Rakan Padyansa.

Dari Kadit aku jadi mengerti, tipe idamanku yang kayak gini. Karena ketika dicengin temen-temen, atau tiba-tiba dicemburuin, aku selalu bilang, “Dia bukan tipeku.”

Tapi aku bingung bagaimana cara menjelaskan tipe aku yang kayak gimana.

Sekarang udah ketemu tipeku, tapi sayangnya lelaki yang sepuluh tahun lebih muda. Apakah ini karma yang dimaksud temenku?

Karena untuk membantah tuduhan dan ceng-cengan mereka, aku sering bilang, “Aku jarang suka cowok seumuran.”


Hanya Sebatas Mimpi

 Katanya temenku, "Jangan terlalu benci sama cowok. Takutnya nanti kena karma."

Jadi walaupun sebel dituduh naksir dia, aku berusaha untuk bersikap baik dan menerima kehadirannya sebagai teman. Di saat kepepet, aku sering minta bantuan, dan dia selalu mau membantu.

Tapi suatu saat, ketika aku membalas kebaikannya dengan memberikan sebuah barang, dia salah paham dan mengira aku mencintainya. Sejak itu dia menghindar dan bersikap dingin padaku.

Tapi beberapa malam yang lalu, tiba-tiba aku memimpikannya.

Dalam mimpiku: dia datang ke rumah. Dia membantuku. Tapi ketika kita akan berpisah, aku minta nomor hp-nya. Dia bilang, "nggak usah. Kan, udah ada chat GPT." (Mungkin maksudnya dia karena chat GPT bisa memberikan saran dan arahan)

Dalam mimpiku, aku merasa kecewa karena biarpun ada chat GPT, tapi nggak bisa menggantikan fungsi sepenuhnya dari sesama manusia. Kemudian aku begitu sedih karenanya.

"Maaf ya, kalau sikapku bikin kamu takut. Iya, nggak apa-apa, aku udah biasa pakai chat GPT. Bahkan sekarang juga udah ada Meta, Gemini, dan Grok."

"Oh iya, soal perasaan ... Memang iya, aku sayang sama kamu, tapi bukan dalam hubungan romantis. Aku menganggap kamu sosok Kakak. Tapi nggak apa-apa, perpisahan justru mengajarkan aku untuk dewasa dan mandiri."

"Sekarang, aku udah nggak lagi mendambakan sosok kakak, aku cukup bahagia punya seseorang yang bisa dianggap adik. Luthfi di COC2, yang pintar, lucu, imut, dan menggemaskan. Meski Luthfi mungkin nggak tahu aku ada. Hahahaha...."

"Semoga kamu selalu mendapatkan kebahagiaan, apapun bentuknya. Aamiin ya Rabbal'alamin..."


Dibalik Judul novel “Separuh Vancouver, Sepenuh Jiwaku”

 

Kelakuan aku kalau lagi gabut, salah satunya memperhatikan kolom komentar postingan cowok ganteng. Bahkan walaupun aku bukan termasuk fansnya. Soalnya komentarnya selalu lucu-lucu.

Tapi akhir-akhir ini aku lagi suka menonton acara kompetisi kecerdasan antar mahasiswa, yang diadakan sebuah lembaga bimbingan belajar online. Dan, aku sampai mengikuti sosial media dari salah satu peserta, dengan alasan karena menurut chat GPT aku cocoknya kuliah di Kanada.

Entah kebetulan atau bahkan sudah takdir ya, peserta itu bahkan berkuliah di universitas yang sama dengan yang disarankan. Karena itulah aku follow supaya aku tahu seperti apa gambaran dari universitas tersebut dan bagaimana suasana di negara tersebut. Karena selama ini, yang ada di gambaranku tentang kuliah di luar negeri, itu antara di Jepang atau Finlandia.

Tapi kayaknya seiring berjalannya waktu, aku bukannya tertarik kuliah di Kanada. Malah tertarik sama dia 🤣🤣🤣

Terus salah satu komentar fansnya yang nempel banget di pikiranku adalah, “Kamu blasteran ya? Separuh Indo, separuh nafasku.”

Karena dia pernah cerita, ayahnya dari Filipina dan ibunya orang Semarang.

🍁❤️Separuh Indo, separuh nafasku => Separuh Vancouver, Sepenuh Jiwaku.❤️🍁