Friday, 29 August 2025

Behind the story novel "Separuh Vancouver, Sepenuh Jiwaku"

 



Aku memutuskan untuk unfollow idolaku sekaligus cinta pertama dari sebuah kompetisi kecerdasan mahasiswa! Bukan karena aku kecewa sama sikapnya, tapi karena aku ingin menjaga nama baikku dari seseorang. Aku takut dia mikir aneh-aneh kalau aku follow cowok yang 10 tahun lebih muda.


Aku juga unfollow beberapa nama-nama lain sambil menghitung... "Eh, bentar kok ternyata banyak cowok yang gue follow?" 🙄


Iya pokoknya, intinya, aku ingin tetap terlihat seperti perempuan baik-baik di mata seseorang itu.


Namun, alam mimpi justru berkhianat! Aku digrebek warga dan dia harus menjadi saksi dari kejadian paling memalukan sepanjang hidupku. Pak RT kemudian menjelaskan duduk perkaranya. Aku dituduh hamil di luar nikah dan punya simpanan lelaki yang 10 tahun lebih muda.


Warga menuduh begitu karena sering mendengar aku muntah-muntah di pagi hari, ditambah dengan kehadiran lelaki muda yang selalu datang di malam hari.


Lelaki yang dulu aku kagumi karena mata teduhnya, kini menatapku dengan pandangan tajam dan mengerikan. Aku tidak mengerti apakah dia marah, jijik, atau mungkin benci dengan kelakuanku. 


Tentu saja aku membantah keras semua tuduhan tidak berdasar itu! Aku muntah-muntah di pagi hari karena aku memiliki penyakit maag. Aku menerima kehadiran lelaki muda itu karena dia merupakan guru bimbingan pribadi untuk kuliah di luar negeri.


Namun ibu-ibu itu tidak percaya! Mereka menunjukkan foto lelaki yang dimaksud dan mengatakan, "Mana mungkin ada guru les seganteng ini?"


Ketika aku memperhatikan foto itu, "Tunggu dulu! Ini kan salah satu anak dari kompetisi kecerdasan mahasiswa itu?"


Lantas aku menoleh ke kiri dan ke kanan, "Fix, ini pasti sebuah mimpi! Dipikir-pikir mana mungkin juga cowok seganteng itu mau jadi guru lesku. Hahaha..."


Dan aku pun berhasil terbangun dengan lega 😌


Hingga beberapa hari kemudian, aku mulai berpikir, "Kayaknya seru kalau cerita ini dirangkai menjadi sebuah novel."


Maka jadilah novel ini, "Separuh Vancouver, Sepenuh Jiwaku."


Monday, 25 August 2025

Sandy Membangun Standar, tapi Shawn Meruntuhkannya

 

Dulu, aku sering berandai-andai: bagaimana kalau aku mengenal sosok yang seperti Sandy lebih dulu, ketika aku masih remaja?

Mungkin hidupku akan berbeda.


Kalau di zaman aku muda ada sosok seperti itu, mungkin aku akan punya standar tinggi soal pasangan. Jadi nggak gampang menerima sembarang orang dan direndahkan hanya karena pilihanku. Aku nggak akan mudah terpesona dengan cowok yang pintarnya cuma setingkat kabupaten—karena ada Sandy, yang punya prestasi matematika internasional ketika SMA, dan IPK sempurna saat kuliah di Singapura. Aku juga nggak akan gampang minder saat dituduh memilih seseorang hanya karena wajahnya, yang paling banter cuma diakui di lingkup komunitas. Karena ada Sandy, yang ketampanannya bahkan diendorse produk perawatan wajah, berarti sudah diakui secara nasional.


Intinya, kalau aku sudah terbiasa ngefans cowok dengan standar setinggi itu, mungkin aku juga akan punya standar tinggi. Aku nggak akan buang-buang waktu dengan cowok yang down grade. Kalaupun harus jomblo terus, ya nggak masalah. Masih ada banyak hal bermanfaat yang bisa kulakukan ketimbang menunggu seseorang yang bahkan tak berniat datang.


Tapi sekarang, aku merasa justru bagus mengenal sosok seperti Shawn setelah aku dewasa. Kalau aku masih remaja labil, mungkin berbahaya. Dia bisa merusak semua standar yang susah payah kutetapkan.


Misalnya, aku cenderung suka cowok rendah hati. Tapi Shawn? Di episode pertama COC Season 2, gayanya jelas-jelas terlihat seperti petentang-petenteng. Anehnya, aku tetap bisa terpesona. Logikaku berusaha membela: mungkin karena dia pintar. Lagi pula, dia memang menempati posisi lima di tantangan Harmonic Math, di sebuah kompetisi kecerdasan yang diselenggarakan oleh lembaga bimbingan belajar online. Dan mungkin, sikap sok jago itu hanya berlaku di panggung COC. Semacam akting saja. Karena di luar kompetisi, Shawn terlihat lebih bersahabat: mudah akrab, peduli pada teman-temannya, dan menghargai setiap dukungan fans.


Aku juga bukan tipe cewek yang suka cowok kekar dan berotot. Bukan apa-apa, lebih karena takut. Dari film-film yang pernah kutonton, cowok seperti itu sering digambarkan kasar. Tapi entah kenapa, senyum manisnya Shawn membuatku percaya bahwa dia berbeda. Senyum itu justru membuatku yakin ia penyayang. Keyakinan itu makin kuat ketika aku menonton rekaman live-nya dari akun fans: sambil memeluk dan mengelus kucing peliharaannya, ia terlihat seakan punya hati yang lembut.


Aku pun sadar, Shawn perlahan mengubah definisi tentang tipe cowok yang kusukai. Aku biasanya terpikat dengan mereka yang kalem, tenang, dan bijaksana. Sedangkan Shawn? Dari konten dan live—apalagi kalau bersama Andreas—sikapnya cenderung banyak tingkah, penuh guyon. Dan anehnya, aku tetap suka.


Mungkin memang begitu cara Shawn masuk dalam hidupku: bukan untuk memenuhi standar yang kubuat, tapi untuk meruntuhkannya pelan-pelan.


Pesona Cowok Hapal 52 Kartu

 Gara-gara nonton live Shawn, Max, dan MP, waktu Shawn ditanya sama MP apakah benar dia Cuma hapal satu kartu, aku jadi kepikiran. Mereka sebenarnya adalah mahasiswa yang mengikuti kompetisi kecerdasan antar mahasiswa yang diselenggarakan oleh lembaga bimbingan pembelajaran secara online.

Shawn sebenarnya hapal 52 kartu, tapi karena tidak familiar dengan AdaptoX (sebuah alat pengisi jawaban berbentuk tab elektronik), dia melakukan kesalahan ketika memasukkan jawabannya. Jadi bukan seperti dugaan orang-orang yang mengira dia asal coba saja. Dia benar-benar sudah memastikan bahwa dia hapal, lalu baru berjalan ke AdaptoX untuk memasukkan jawabannya.

Sebenarnya dia punya tiga nyawa. Nyawa pertama, dia hanya berhasil memasukkan satu kartu. Nyawa kedua, enam kartu. Dan di nyawa ketiga, dia berhasil sepuluh kartu. Tapi mungkin karena durasi tayangan di Ruang Guru dan YouTube diperpendek, adegan itu dipotong oleh editor. Jadi yang terlihat hanya momen ketika Shawn mendapatkan satu kartu.

Makanya di TikTok dia terus disindir: “Pesona cowok yang Cuma hapal satu kartu.”

Menurutku klarifikasi yang dia berikan masuk akal. Dia benar-benar bisa menjelaskan secara detail metode yang dia pakai untuk menghapalkan kartu-kartu itu. Lagi pula, setahuku dalam lomba-lomba seperti OSN, cara pengambilan jawabannya masih menggunakan kertas dan alat tulis. Jadi wajar kalau dia tidak terbiasa dengan AdaptoX.

MP bahkan menambahkan informasi, bahwa bukan hanya Shawn yang bermasalah dengan AdaptoX waktu itu.

Pantesan pas Shawn tereliminasi aku merasa nggak bisa move on. Aku terus bertanya-tanya: kenapa? Rasanya nggak mungkin!

Sebagai cewek yang memang cenderung suka cowok pintar, aku merasa Shawn termasuk tipe itu. Dari tatapan matanya, dari caranya bicara, ada sesuatu yang membuatku yakin. Memang, di COC Season kali ini banyak peserta pintar, tapi prediksiku Shawn setidaknya bisa masuk sepuluh besar. Apalagi di Harmonic Math, dia berhasil menempati posisi lima.

Karena tidak menemukan jawaban, akhirnya aku menyimpulkan sendiri: mungkin aku memang baper sama dia. Atau mungkin benar kata orang-orang di TikTok, “Blasteran kan emang, separuh Indo, separuh nafasku.” Jadi ketika dia tereliminasi, rasanya seperti ada yang hilang.

Sekarang aku sadar, ternyata bukan sekadar baper.

Kemarin aku nonton vlog Shawn di YouTube, tentang perjuangannya setelah dinyatakan lolos dan jadi cast COC Season 2. Dia latihan berbicara di depan kamera, latihan berhitung mental math, bahkan latihan menghafal rangkaian nomor. Semua itu dia lakukan sambil berjalan menuju tempat salat Jumat—karena masjid di Kanada cukup jauh dari tempat dia menginap. Di perjalanan panjang itu, dia tetap semangat sambil ngobrol dan merekam video.

Saking bapernya, aku sempat mikir: pasti Shawn sakit hati banget waktu gagal hanya karena tidak familiar dengan AdaptoX, padahal dia sudah berusaha keras sebelum berangkat ke Indonesia.

Akhirnya aku berpikir, yang paling penting sekarang adalah semoga dia selalu bahagia. Semoga dia mendapat kebahagiaan lain yang lebih besar daripada apa yang gagal dia perjuangkan di COC Season 2.